A.
Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak
selamnya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan dari kejauhan
hari, namun ternyata ada beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak di
sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu akibat
yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah adanya perceraian, dimana perceraian bukan lagi
hal yang asing di Indonesia namun perceraian bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah
dan sudah memasyarakat.
Perceraian tidak saja terjadi pada orang-orang kelas
bawah tetapi terjadi pada orang-orang berkelas atas yang mempunyai perekonomian
lebih dari cukup, bukan hanya rakyat biasa tetapi perceraian pun bisa terjadi
pada seorang figur salah satunya artis, musisi, bahkan terjadi pada
ustad-ustad.
Perceraian bukan saja akan merugikan beberapa pihak
namun perceraian juga sudah jelas dilarang oleh agama (agama islam). Namun pada
kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian di kalangan
masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus meningkat
terutama contoh yang lebih konkrit yaitu terjadi kalangan para artis, dimana
mereka dengan mudah kawin-cerai dengan tidak memperhitungkan akibat sikis yang
di timbulkan dari perceraian tersebut, masalah kecilnya biaya perceraian mereka
tidak jadi permasalahan.
Kita sebagai pelajar mestinya tahu bahwa ada beberapa
hal yang mesti diperhatikan bahwa akibat dari perceraian itu sangat fatal
sekali salah satunya terhadap sibuah hati yang dimana pada saat orang tuanya
terjadi perceraian si anak akan merasa terganggu dan merasa kurangnya perhatian
bahkan kasih sayang dari orang tua.
Secara psikis tentu perceraian akan sangat
mempengaruhi pada perkembangan anak, baik itu ketika masih anak-anak atau
ketika sianak sudah mulai remaja.dalam makalah ini akan mencoba membahas
bagaimana pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja, yang
dimana pada remaja akibat yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding pada anak
anak karena mungkin anak remaja sudah mulai berfikir.
Undang-undang atau peraturan yg digunakan dalam proses perceraian di
pengadilan adalah UU No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan yaitu Mengatur tentang perceraian secara garis besar (kurang detail karena tidak
membedakan cara perceraian agama Islam dan yg non-Islam) bagi yg non-Islam maka
peraturan tata cerai-nya berpedoman pada UU No.1 Th 74 ini. Kemudian PP No. 9
Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 74 mengatur detail tentang
pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai mengatur detail tentang
tatacara perceraian secara praktik. UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan
Dalam RumahTangga (KDRT) bagi seseorang yg mengalami kekerasan/penganiyaan
dalam rumah tangganya maka kuasailah UU ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah definisi perceraian itu ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab perceraian ?
3. Bagaimanakah dampak perceraian terhadap anak ?
4. Bagaimanakah hak asuh anak setelah perceraian ?
5. Bagaimana upaya mengatasi masalah pada anak akibat
perceraian ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui berbagai faktor penyebab perceraian.
2. Mengetahui dampak perceraian terhadap anak
3. Memahami perasaan dan keinginan anak atas masalah
perceraian orang tuanya.
4. Mengetahui upaya mengatasi masalah pada anak akibat
perceraian orang tuanya.
D.
Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian penulis
yaitu membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anak (anak-anak
maupun remaja) berkaitan dengan emosinya yang masih sangat labil.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Perceraian
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau
kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti
melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
Bagi anak-anak yang belum mengerti maksud dari
“perceraian” mereka mungkin sering bertanya-tanya kenapa kedua orangtua mereka
tidak pernah bersama-sama lagi. Mereka hanya menuruti apa yang diucapkan oleh
orangtuanya. Bagi seorang remaja yang dalam keadaan emosinya masih sangat
labil, mereka menganggap hal tersebut adalah kehancuran dalam hidupnya, hidup
akan jauh berbeda paska perceraian, merasa segalanya menjadi kacau, dan merasa
kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka akan lebih mudah diajak
berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan kondisi, lebih bisa menjaga
dirinya sendiri, bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan bisa
menasehati kedua orangtuanya sesuai apa yang ia rasakan.
Intinya pada berapapun usia dari anak-anak yang
mengalami perpecahan dalam keluarganya, disatu sisi “kehilangan” adalah masalah
pertama yang mereka jumpa. Di sisi lain mereka menunjukkan kesulitan dalam
menyesuaikan diri seperti kesedihan, kesepian, kesendirian, keterpurukan,
kerinduan, ketakutan, kekhawatiran,dan depress. Itu semua adalah hanya bagian
dari rasa kekecewaan terhadap orangtuanya. Yang akan menjadi trauma apabila
mereka menyaksikan perkelahian orangtuanya yang begitu dasyat, mereka hanya
bisa menangis, mengurung diri di kamar, atau pergi melarikan diri dari rumah
untuk menenangkan diri mereka. Mereka yang bercerai
bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan
tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh
selama pernikahan (seperti rumah,
mobil, perabotan atau kontrak),
dan bagaimana mereka menerima biaya
dan kewajiban
merawat anak-anak
mereka. Banyak negara
yang memiliki hukum
dan aturan
tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.
Sedangkan dalam islam, perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan
(Arab, اسم لحل قيد النكاح)
atau putusnya hubungan
perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.
a.
Talak itu wajib apabila:
1.
Jika suami
isteri tidak dapat didamaikan lagi
2.
Dua orang wakil
daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian
rumahtangga mereka
3.
Apabila pihak
pengadilan berpendapat bahwa talak adalah lebih baik
Jika tidak diceraikan dalam
keadaan demikian, maka berdosalah suami.
1.
Menceraikan
isteri ketika sedang haid atau nifas.
2.
Ketika keadaan
suci yang telah disetubuhi.
3.
Ketika suami
sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta
pusakanya.
4.
Menceraikan
isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang
kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.
c.
Perceraian itu hukumnya sunnah apabila:
1.
Suami tidak
mampu menanggung nafkah isterinya
2.
Isterinya tidak
menjaga martabat dirinya
Suami menjatuhkan talak kepada
isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
Suami lemah keinginan nafsunya
atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya
·
Pandangan Anak terhadap Perceraian Orang Tua.
Perceraian bagi anak
adalah “tanda kematian” keutuhan keluarganya, rasanya separuh “diri” anak telah
hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka
harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak
harus memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba
tidak tinggal bersamanya lagi.
Dalam
sosiologi, terdapat teori pertukaran yang melihat perkawinan sebagai suatu
proses pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan
yang terjadi diantara sepasang suami istri. Karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang
hidup dan tinggal bersama, sementara latar belakang sosial-budaya, keinginan
serta kebutuhan mereka berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini
harus senantiasa dirundingkan dan disepakati bersama.
Banyak
pertanyaan dari orangtua mengenai pada usia berapakah perpisahan dan perceraian
orangtua memiliki dampak buruk yang minim bagi anak? Benarkah justru di usia
balita paling baik, karena anak belum banyak terpapar pada kehidupan
orangtuanya?. Jawabannya secara umum adalah tidak ada usia terbaik. Namun
demikian, sesungguhnya dampak perceraian pada anak-anak bervariasi sesuai
dengan usia dan tahapan perkembangan psikologis mereka. Orangtua perlu memahami
dampak dan kebutuhan yang berbeda dari anak-anak mereka.
B.
Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
Terdapat
banyak penyebab perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering
terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :
a)
Kurangnya berkomunikasi
Dalam rumah tangga, komunikasi
sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri. Sekecil apapun itu
masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya
perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling
mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun
sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering
terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti,
banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan beruung pada
perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.
b)
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
KDRT
adalah kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh
istri yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan
ekonomi. Hal tersebut menjadi salah satu
penyebab utama perceraian.
c)
Perzinahan
Di samping itu, masalah lain yang
dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungnan
seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. hal ini bisa
terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas
sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak
adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling
sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak tercukupinya kebahagiaan
lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk bersenang-senang bersama
orang lain.
d)
Masalah ekonomi
Uang memang tidak dapat membeli kebahagiaan.
Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih menjadi penyebab paling dominan
terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.
e)
Krisis moral dan akhlak
Faktor-faktor terjadinya perceraian di atas seperti halnya
masalah ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan
dalam rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak
yang dilalaikan oleh suami mapun istri atas peran dan tanggung j
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari
semua kasus perceraian terjadi dalam sepuluh tahun pertama perkawinan. Bahkan
dengan maraknya perceraian yang dilakukan oleh kaum selebriti, membuat bercerai
menjadi masalah pilihan gaya hidup semata. Angka perceraian terus melonjak.
Penyebab dan Alasan
Beberapa alasan telah dikutip yang mempengaruhi tindakan bercerai .
Berikut ini adalah penyebab umum tertentu yang telah terdaftar .
Harap dicatat - Alasan berikut tidak mengikuti urutan tertentu atau sistem peringkat , mereka telah terdaftar dalam urutan acak .
Harap dicatat - Alasan berikut tidak mengikuti urutan tertentu atau sistem peringkat , mereka telah terdaftar dalam urutan acak .
1.
Ketidaksetiaan
2. Penyalahgunaan dalam segala bentuk ( fisik, seksual , emosional )
3. Kecanduan alkohol dan / atau penyalahgunaan zat
4. keadaan tertinggal
5. Perbedaan kepribadian atau ' perbedaan yang tak terdamaikan '
6. Perbedaan tujuan pribadi dan karir
7. Pengangguran
8. masalah keuangan
9. Kurangnya komunikasi antara pasangan
10. ketidakcocokan intelektual
11. ketidakcocokan seksual
12. Jatuh cinta
13. Konversi agama atau keyakinan agama
14. Perbedaan budaya dan gaya hidup
15. Ketidakstabilan mental atau penyakit mental baik mitra
16. Perilaku kriminal dan penjara untuk kejahatan
17. Kurangnya komitmen untuk pernikahan
18. Ketidakmampuan untuk mengelola atau menyelesaikan konflik
19. Harapan yang berbeda tentang tugas-tugas rumah tangga
20. Harapan yang berbeda tentang memiliki atau membesarkan anak-anak
21. Gangguan dari orang tua atau mertua
22. Kurangnya kematangan
23. Desakan menempel peran tradisional dan tidak memungkinkan ruang
untuk pertumbuhan pribadi
24. Ketidakmampuan untuk menangani keanehan kecil masing-masing
25. Kurangnya kepercayaan dan / atau rasa tidak aman
·
Tahun-tahun Rawan Perceraian dalam Pernikahan.
Sesungguhnya
setiap saat setelah bulan madu adalah merupakan periode yang rawan bagi setiap
pasangan pernikahan. Untuk itulah diperlukan kewaspadaan, diperlukan komitmen
dan kesungguh-sungguhan bagi setiap pasangan nikah untuk saling memupuk ,
memelihara dan saling membahagiakan. Sesungguhnya ada tiga Periode
dalam pernikahan yang memiliki tingkat kerawanan
melebihi tahun-tahun yang lain, hal ini dikarenakan
memuncaknya perbedaan yang menyerap lebih banyak energi pasangan nikah
untuk saling menyesuaikan diri. Adapun tiga periode yang sesungguhnya kita
patut sadari dan waspadai, dan patut kita antisipasi itu adalah :
1) Periode
usia nikah 1-5 tahun
adalah periode dimana fondasi
pernikahan sesungguhnya belum cukup kuat. Dan justru pada
usia 1-4 tahun itu tuntutan untuk saling mencocokan dan
menyesuaikan diri itu menyedot begitu banyak energi pasangan suami istri yang
masih baru ini. Mereka dituntut sanggup menyesuaikan diri dengan
pasangannya, dengan mertua dengan saudara ipar, dengan kerabat, dan dengan
pekerjaan atau karier. Bila mereka sukses dalam saling menyesuaikan diri akan
menjadi keluarga yang semakin kokoh. Namu bila mereka gagal untuk
menyesuaikan diri hal itu akan menyebabkan problema semakin meruncing dan
tidak terselesaikan atau perceraian.
2) Periode
Puber kedua atau Usia Parobaya
yaitu periode usia pernikahan 15-20 tahun.
Adalah periode dimana usia masing masing suami istri antara 40-50
tahun. Apa yang sesungguhnya terjadi yang menyebabkan perkawinan menghadapi
usia kritis pada periode ini? Anak-anak mulai menginjak usia remaja, dan
kenakalan remaja seringkali menyebabkan perbedaan cara didik dan cara
mendisiplin anak yang mengakibatkan perbedaan semakin tajam antara suami
istri, disinilah krisis yang baru dimulai. Bukan itu saja saat ini karir
biasanya sudah mantap, keuangan mantap, dan biasanya orang tua dan mertua
yang mengawasi kita sudah mulai meninggal, disaat yang sama hubungan suami
istri biasanya mulai merenggang karena istri mulai masuk masa menopause dan suami
memasuki masa puber kedua. Dan disinilah terjadi banyak godaan perselingkuhan.
3) Masa
Pensiun atau disebut juga masa sarang kosong
yaitu periode 30-35 tahun usia pernikahan. Masa
dimana anak-anak pada umumnya sudah menikah dan meninggalkan rumah. Pasangan
suami istri yang selama ini belum biasa saling memaafkan, menghargai dan
menyesuaikan diri dengan baik maka saat memasuki masa pensiun dan harus tinggal
berduaan selama 24 jam sehari merupakan suatu kesulitan besar yang
mengakibatkan pasangan semakin menjauh diusia senja.
C.
Dampak Perceraian
a.
Dampak perceraian terhadap Anak
Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang
bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul 3 kategori
anak adalah
1.
Anak-anak yang
memberontak yang menjadi masalah diluar. Anak yang jadi korban keluarga yang
bercerai itu menjadi sangat nakal sekali karena:
a)
Mempunyai
kemarahan, kefrustrasian dan mau melampiaskannya.
b)
Selain itu,
anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat
orang tua bertengkar. Namun kemarahan juga bisa muncul karena :
·
Dia harus
hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan.
·
Dia harus
kehilangan hidup yang tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada orang tuanya
kok memberikan hidup yang seperti ini kepada mereka.
·
Waktu orang
tua bercerai, anak kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti ada yang
terhilang dalam diri anak yakni figur otoritas, figur ayah.
2.
Anak-anak yang
bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak ini juga bisa
kehilangan identitas sosialnya.
Oleh karena itu tidak jarang mereka berbohong dengan mengatakan bahwa
orangtua mereka tidak bercerai atau bahkan menghindari pertanyaan-pertanyaan
tentang perceraian orang tua mereka. Banyak sekali
dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. “Marah pada diri sendiri,
marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif,”. Bisa jadi,
anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang
keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi
apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh
perceraian orangtuanya. “Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini
memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu,
atau hanya pura-pura.” Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin
kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. “Ke depannya, setelah dewasa, anak
cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan.
Pacaran-putus, pacaran-putus.” Self esteem anak juga
bisa turun. “Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya
sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan
alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri. Apalagi jika anak
sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya,
tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya
tak digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan
orangtuanya.” Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang
wajar, “Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak.
Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian
mengekspresikannya ke tempat yang salah,”
b.
Dampak Perceraian Bagi Remaja
Bagi kebanyakan remaja, perceraian
orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu. Masalah
yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa dikatakan tidak
ada karena ini sifatnya fisikis, namun ada juga berpengaruh pada fisik setelah
si remaja tersebut mengalami beberapa akibat dari tidak terkendalinya sikis
atau keperibadiannya yang tidak terjaga dengan baik, salah satu contoh si
remaja karena seringkali meminum-minuman beralkohol maka lambat laun si remaja
akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya menimbulkan
sakit.
Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi
psikologi remaja untuk keberlangsungan kehidupannya, ada beberapa kebutuhan
utama remaja yang penting untuk dipenuhi yaitu:
1. Kebutuhan akan adanya kasih sayang
2. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam
kelompok
3. Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4. Kebutuhan untuk berprestasi
5. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
6. Kebutuhan untuk dihargai
7. Kebutuhan untuk memperoleh palsafah hidup yang utuh
Kehidupan mereka sendiri berkisar
pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata, seperti bagaimana
menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan seks
atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat,
baju yang akan dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa
cukup sulit mengendalikan kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin
diganggu dengan kehidupan orangtua yang mengungkapkan perceraian. Mereka tidak
memiliki ruang atau waktu lagi terhadap gangguan perceraian orangtua dalam kehidupan
mereka.
Selain itu, remaja secara psikologis
sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih bergantung pada orangtua, saat
ini mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi
mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak
sesuai lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.
1) Perasaan - Perasaan Ketika Orang Tuanya Bercerai
Hal ini terlihat antara lain :
a)
Tidak aman (insecurity)
Para remjaja setelah ditinggalkan cerai oleh orang
tuanya kebanyakan dari mereka merasa kurang aman, salah satunya untuk biaya
kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya
merkeka tidak bigitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada
remaja yang bebas dari awal sebelum perceraian ia tidak begitu menuruti apa
kata orang tuannya.
b)
Sedih
Remaja yang awalnya merasa nyaman dengan orang tua
tentu akan merasa sedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan
mungkin si remaja tersebut akan merasa kehilangan, beda dengan si remaja yang
awalnya tidak begitu mengharapkan kehadiran dari orang tua karena banyak jaman
sekarang anak sudah tidak lagi menghargai kehadiran orang tua, dan itu bisa di
sebabkan oleh pergaulan yang terlalu bebas.
c)
Marah
Dengan adanya perceraian seorang anak seringkali
emosinya tidak terkontrol dengan baik sehingga mereka sering kali marah yang
tidak karuan, banyak teman dekat yang menjadi sasaran amarahnya padahal
sebenarnya bukan pada temannya yang bermasalah.
d)
Kehilangan
Dominan pada remaja setelah terjadi perceraian itu
akan merasa kehilangan baik besar atau kecil perasaan yang ditimbulkan oleh si
remja tersebut
e)
Merasa bersalah dan menyalahkan diri
Remaja sering murung dan mereka sering berfikir yang
mendalam sehingga mereka banyak diam, jarang berkomunikasi dengan orang lain,
tidak nyaman berada dengan orang lain, ini terjadi terutama pada anak yang
berperilaku baik, si remaja akan berfikir dan merenungkan orang tuanya bercerai
itu apakah gara-gara dirinya atau faktor lain, dan ini sering menjadi
pertanyaan besar yang terjadi pada diri mereka.
f)
Timbul
rasa malu terhadap teman-temannya,
Pasti ia akan
berpikir bahwa teman-temannya akan membicarakan hal itu di sekolah maupun
diluar sekolah atau jadi sering untuk menyendiri. Sehingga mengganggu
konsentrasi belajar anak. Prestasi anak di sekolah akan menurun baik dalam
bidang akademik maupun non-akademik.
Pengaruh pada Perasaan Anak
Anak-anak dapat bereaksi dengan berbagai cara dengan perceraian yang
akan datang . Beberapa anak bisa menjadi sangat sedih , menunjukkan gejala
depresi dan bahkan tidak bisa tidur . Tingkat mereka kecemasan menjadi sangat
tinggi karena mereka mengalami perasaan ditolak atau ditinggalkan oleh salah
satu orang tua dan kadang-kadang bahkan keduanya . Beberapa situasi bahkan
dapat berakhir membuat anak-anak merasa sangat kesepian , yang biasanya karena
salah satu orang tua mungkin tidak ada untuk waktu yang lama .
Terlepas dari apa yang mungkin situasi, perceraian biasanya mempengaruhi anak-anak dalam beberapa cara atau yang lain . Sementara beberapa anak mungkin cacat psikologi secara jangka panjang , orang lain mungkin merasakan kepedihan emosional untuk waktu singkat , dan kemudian belajar untuk mengatasinya , dan bahkan mungkin mendapatkan lebih dari itu . Tentu saja, banyak tergantung pada seberapa baik situasi ditangani oleh orang tua .
Terlepas dari apa yang mungkin situasi, perceraian biasanya mempengaruhi anak-anak dalam beberapa cara atau yang lain . Sementara beberapa anak mungkin cacat psikologi secara jangka panjang , orang lain mungkin merasakan kepedihan emosional untuk waktu singkat , dan kemudian belajar untuk mengatasinya , dan bahkan mungkin mendapatkan lebih dari itu . Tentu saja, banyak tergantung pada seberapa baik situasi ditangani oleh orang tua .
.
2) Perilaku
Anak Sebagai Korban Perceraian
Tidak hanya menjadi
kurang pergaulan, anak korban perceraian akan mengalami penurunan nilai
akademik, penurunan prestasi baik di sekolah maupun di luar sekolah, berusaha
namun dalam kegelisahan, kesepian, ketidakpercayaan diri, dan kesedihan yang
berlarut-larut.
Seorang anak yang
sebelum menjadi korban perceraian lebih nyaman dan tentram jika berada di
rumah, apalagi dikelilingi oleh keluarga yang lengkap. Namun, semua kenyamanan
itu tidak didapat lagi setelah sering terjadinya cek-cok antara
orangtua,menjelang dan paska perceraian. Sebuah rumah yang seharuskan dijadikan
sebagai tempat belajar, beradaptasi,
sosialisasi, serta bermain tidaklah efektif lagi jika bagaikan kapal yang
hancur dihantam angin badai yang begitu dasyat di tengah lautan. Apalagi untuk
belajar, untuk bermain saja sangatlah tidak menyenangkan. Hanya akan menambah
duka.
Mereka akan merasa
lebih nyaman bermain diluar rumah, nongkrong bersama teman-temannya,
menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfa’at, bahkan pada anak
remaja yang emosinya terbilang sangat labil jika tidak lagi diperhatikan maka
akan nekad bertindak menyimpang seperti : berkelahi, merokok, minum-minuman
keras, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, serta mulai mencoba-coba seks bebas.
Tidak semua anak
korban percerain terjerumus dalam pergaulan bebas. Sebenarnya ada anak-anak
yang tetap mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, sadar akan resiko jika
bertindakmenyimpang, sabar, tegar, berusaha tuk selalu kuat, semangat, tidak
putus asa untuk tetap mencapai masa depan yang cerah, walaupun pada kenyataannya
keluarga mereka terpecah belah dan terkadang
walaupun status orangtuanya sudah bercerai tetapi masih tetap saja bertengkar,saling
benci dan menyalahkan. Mereka bisa melakukan hal itu karna mereka tidak
memendam rasa benci dan tetap menyayangi orangtuanya. Anak-anak seperti itulah yang patut dicontoh
dan dijadikan sebagai teladan dalam masyarakat.
Perilaku yang ditimbulkan akibat hal tersebut yaitu :
1. Suka mengamuk, menjadi kasar dan tindakan agresif
2. Menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul
3. Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga
prestasi disekolah cenderung menurun
4. Suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi.
3)
Perkembangan Psikologis Anak Korban Perceraian.
a)
Arti Keluarga
Bagi Anak
Bagi anak keluarga sangatlah penting. Keluarga
sebagai tempat untuk berlindung, memperoleh kasih sayang. Peran keluarga
sangatlah penting untuk perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang, baik
secara psikologi maupun secara fisik. Tanpa keluarga anak akan merasa sendiri,
tidak ada tempat untuk berlindung.
b)
Kondisi
Psikologis Anak Akibat Perceraian
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang
kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak
tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam bathin anak-anak. Pada
masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru.
Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah:
·
Merasa tidak
aman (insecurity).
·
Tidak
diinginkan atau ditolak oleh orang tuannya yang pergi.
·
Marah Sedih
dan kesepian.
·
Kehilangan,
merasa sendiri, menyalahkan diri sendiri sendiri sebagai penyebab orangtua
bercerai.
Perasaan-perasaan ini dapat
menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan takut
menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Beberapa indikator bahwa anak telah
beradaptasi adalah: Menyadari dan mengerti bahwa orang tuannya sudah tidak lagi
bersama dan tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orang tua, Dapat
menerima rasa kehilangan, Tidak marah pada orang tua dan tidak menyalahkan diri
sendiri, menjadi dirinya sendiri.
c.
Dampak Positif Perceraian Bagi Anak
Perceraian ternyata juga membawa dampak positif
bagi anak adalah :
1.
Anak korban perceraian memiliki
orientasi yang baik bagi masa depannya
Anak akan berfikir bahwa kegagalan orangtuanya
dapat dijadikan pelajaran agar ia tidak seperti orangtuanya yang memilih jalan
perceraian, dan ini juga akan menjadi bekal mereka untuk menuju masa depan yang
lebih baik. Anak tersebut merasa bahwa walaupun orang tua mereka telah
bercerai, namun ia tidak boleh patah semangat ataupun terpuruk kehidupannya.
Hal ini ditunjukkan dengan baiknya prestasi akademik dan non akademik di
sekolah. Sehingga, tidak semua anak korban perceraian mengalami disorientasi
masa depan. Hal ini bergantung kepada persepsi anak tentang perceraian orang
tuanya.
2.
Pengalaman traumatik dapat
menjadikan anak menjadi tangguh, berkepribadian matang ataupun sebaliknya.
Sebanyak 75 % anak korban perceraian mampu
bangkit dan berprestasi. Menurut Bonnie Benard, anak yang resilien memiliki
karakteristik tersendiri yaitu kompetensi sosial, kemampuan memecahkan masalah,
otonomi dan juga keinginan akan tujuan dan masa depan. Anak menjadi kuat dan
tabah dalam menerima, hal ini berkaitan dengan hardiness personality. Anak yang
mampu mengontrol emosinya akan membentuk tindakan yang mengubah kejadian yang
penuh stres menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Anak dengan
penyesuaian diri yang baik pasca perceraian orangtua akan menemukan makna yang
positif dari perceraian orangtuanya sehingga dapat menciptakan masa depan yang
lebih cemerlang.
3.
Anak korban perceraian mendapatkan
pengalaman yang memberdayakan.
Orangtua
yang berasal dari keluarga yang relijius sering dipaksa menikah terlalu muda
dan ternyata mereka menikah dengan orang yang salah sehingga timbullah kasus
perceraian. Hal tersebut membuat anak korban perceraian berpikir bahwa itu
merupakan pengalaman yang memberdayakan.
Jadi kesimpulannya adalah perceraian orang tua ternyata membawa dampak
yang baik bagi anak. Hal itu bergantung kepada orang tuanya, lingkungan, dan
komunitasnya. Anak mempunyai persepsi yang baik terhadap perceraian, karena
anak mendapat perhatian, perlindungan dan cinta kasih yang cukup dari orangtuanya.
Faktor dari lingkungan yang mampu memberi penjelasan, perhatian, dan harapan
yang timbul dari anak-anak korban perceraian Komunitasnya juga turut membantu
memberikan nasihat sehingga menjadikan individu yang optimis selalu memandang
kegagalan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki dan diubah. Sebaliknya,
individu yang pesimis menerima kegagalan sebagai kesalahannya sendiri,
menganggap kesulitan hidup berasal dari pembawaan yang telah mendarah daging
dan tidak dapat diubah. Individu yang optimis akan merasa lebih percaya diri,
nyaman, ekspresif, memandang dunia sosial lebih positif, merasa orang lain
dapat dipercaya dan tidak merasa takut akan ditinggalkan oleh orang lain.
Semakin baik persepsi seseorang terhadap perceraian, semakin baik pula
optimisme masa depan seseorang.
D.
Hak Asuh Anak
Akibat Hukum Dari Putusnya Perkawinan Karena
Perceraian.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 41 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU
Perkawinan”) disebutkan bahwa akibat dari putusnya suatu perkawinan karena perceraian
adalah:
a) Baik
ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.
b) Bapak
yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi
kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya
tersebut.
c) Pengadilan dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Berdasarkan Pasal 41 UU Perkawinan yang telah kami
kutip di atas, maka jelas bahwa meskipun suatu perkawinan sudah putus karena
perceraian, tidaklah mengakibatkan hubungan antara orang tua (suami dan isteri
yang telah bercerai) dan anak – anak yang lahir dari perkawinan tersebut
menjadi putus. Sebab dengan tegas
diatur bahwa suami dan istri yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban
sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak – anaknya, termasuk
dalam hal pembiayaan yang timbul dari pemeliharaan dan pendidikan
dari anak tersebut. Ketentuan
di atas juga menegaskan bahwa Negara melalui UU Perkawinan tersebut telah
memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan anak – anak yang perkawinan
orang tuanya putus karena perceraian.
Permohonan Untuk Mendapatkan Hak Asuh. Perlu
dicermati bahwa ketentuan Pasal 41 huruf a, UU Perkawinan pada bagian terakhir
menyatakan bahwa ”bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
pengadilan memberi keputusannya.” Berangkat
dari ketentuan tersebut maka dalam suatu gugatan perceraian, selain dapat
memohonkan agar perkawinan itu putus karena perceraian, maka salah satu pihak
juga dapat memohonkan agar diberikan Hak Asuh atas anak – anak (yang masih
dibawah umur) yang lahir dari perkawinan tersebut.
Dalam UU Perkawinan sendiri memang tidak terdapat
definisi mengenai Hak Asuh tersebut, namun jika kita melihat Pasal 1 angka 11,
Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan
Anak), terdapat istilah ”Kuasa Asuh” yaitu ”kekuasaan orang tua
untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan
menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat,
serta minatnya.”
Selain
itu juga dalam Pasal 1 angka 10, UU Perlindungan Anak terdapat pula istilah
”Anak Asuh” yaitu : ”Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk
diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena
orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang
anak secara wajar.” Seluk
beluk pemberian hak asuh anak. Sesuai dengan apa yang kami sampaikan di
atas tentunya akan timbul suatu pertanyaan, siapakah diantara bapak atau ibu
yang paling berhak untuk memperoleh Hak Asuh atas anak tersebut.
Satu-satunya aturan yang dengan jelas dan tegas
memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus pemberian hak asuh atas anak
tersebut terdapat dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan :
“Dalam hal terjadi
perceraian :
a) pemeliharaan
anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
b) pemeliharaan
anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah
atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.
c) biaya
pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.”
Ketentuan KHI diatas nampaknya tidak dapat berlaku
secara universal, karena hanya akan mengikat bagi mereka yang memeluk agama
Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Agama).
Sedangkan untuk orang – orang yang bukan
beragama Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri),
karena tidak ada pedoman yang secara tegas mengatur batasan pemberian hak asuh
bagi pihak yang menginginkannya, maka hakim dalam menjatuhkan putusannya akan
mempertimbangkan antara lain pertama, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan;
kedua, bukti – bukti yang diajukan oleh para pihak; serta argumentasi yang
dapat meyakinkan hakim mengenai kesanggupan dari pihak yang memohonkan Hak Asuh
Anak tersebut dalam mengurus dan melaksanakan kepentingan dan pemeliharaan atas
anak tersebut baik secara materi, pendidikan, jasmani dan rohani dari anak
tersebut.
E.
Upaya Mengatasi Masalah pada Anak Korban Perceraian
Perceraian tentu disebabkan oleh orang tua itu sendiri
sebaiknya orang tua bisa mengkomunikasikan pada anak dan juga memberikan sebuah
penjelasan kenapa mereka bisa bercerai, berikut ada beberap poin yang bisa
dikomunikasikan orang tua kepada anak :
a. Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga
termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri
motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
b. Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak merasa
sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua bercerai.
Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan kata-kata yang
tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua
c. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi.
Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
d. Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan
cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa
perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
e. Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka biasa mengadu dan
bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya ketimbang
orangtua yang dianggap bermasalah.
Namun perlu diingat
sebaik apapun upaya untuk menangani perceraian dan berbagai hal yang sudah
dilakukaan, pengaruh terhadap perceraian akan selalu membekas pada diri
seorang anak dan akan mempengaruhi keperibadian menjelang dewasa. Bahkan ketika
pertengkaran hebat dan permasalahan orang tua sudah selesai dengan baik.
a. Cara Membangkitkan Motivasi
dan Harapan Anak Korban Perceraian.
Bagi anak-anak mempunyai keluarga yang
utuh adalah hal yang sangat membahagiakan. Mereka tidak pernah membayangkan
bahwa akan ada perceraian dalam keluarganya. Keadaan psikologi anak akan sangat
terguncang karena adanya perceraian dalam keluarga. Mereka akan sangat
terpukul, kehilangan harapan, cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang
terjadi pada keluarganya. Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa
terbantu dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya.
Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa,
segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati
anak-anaknya. Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting
yang dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan
hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah. Yakinkan bahwa
mereka tidak perlu merasa harus ikut bertanggung jawab atas perceraian
orangtuanya. Hal lain yang perlu dilakukan oleh orangtua yang akan bercerai
adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan
kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah
satu pihak yang sedang cekcok serta jangan sekali-sekali melibatkan mereka
dalam proses perceraian tersebut. Hal lain yang dapat membantu anak-anak adalah
mencarikan orang dewasa lain seperti bibi atau paman, yang untuk sementara
dapat mengisi kekosongan hati mereka setelah ditinggal ayah atau ibunya.
Maksudnya, supaya anak-anak merasa mendapatkan topangan yang memperkuat mereka
dalam mencari figur pengganti ayah ibu yang tidak lagi hadir seperti ketika
belum ada perceraian.
- Peran Orang Tua
Terhadap Perkembangan Psikologi Anak
Perceraian selalu berdampak buruk dan
terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas menorehkan perasaan sedih serta
takut pada diri anak.
Alhasil, ia tumbuh dengan jiwa tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang tuanya:
Alhasil, ia tumbuh dengan jiwa tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang tuanya:
·
Dukung anak Anda untuk
mengungkapkan perasaan mereka, baik yang positif maupun negatif, mengenai apa
yang sudah terjadi.
·
Sangatlah penting bagi orang
tua yang akan bercerai ataupun yang sudah bercerai untuk memberi dukungan
kepada anak-anak mereka serta mendukung mereka untuk mengungkapkan apa yang
mereka pikirkan dan rasakan. Dalam hal ini Anda tidak boleh melibatkan perasaan
Anda. Seringkali terjadi, perasaan akan kehilangan salah satu orang tua akibat
perceraian menyebabkan anak-anak menyalahkan salah satu dari kedua orang tuanya
(atau kedua-duanya) dan mereka merasa dikhianati. Jadi, anda harus betul-betul
siap untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan anak anda atau keprihatinan
yang mereka miliki.
·
Beri kesempatan pada anak
untuk membicarakan mengenai perceraian dan bagaimana perceraian tersebut
berpengaruh pada dirinya. Anak-anak yang usianya lebih besar, tanpa terduga,
bisa mengajukan pertanyaan dan keprihatinan yang berbeda, yang tidak pernah
terpikirkan sebelumnya olehnya. Meski mengejutkan dan terasa menyudutkan,
tetaplah bersikap terbuka.
·
Bila Anda merasa tidak
sanggup membantu anak, minta orang lain melakukannya. Misalnya, sanak keluarga
yang dekat dengan si anak.
·
Adalah wajar bagi anak-anak
bila memiliki berbagai macam emosi dan reaksi terhadap perceraian orang tuanya.
Bisa saja mereka merasa bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari
perceraian. Anak-anak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan
ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.
·
Ada anak-anak yang sanggup
untuk menyuarakan perasaan mereka, hal ini tergantung dari usia dan
perkembangan mereka. Sementara, sebagian lagi tidak dapat berkata-kata. Ada
yang marah dan depresi. Untuk anak-anak usia sekolah, jelas sekali perceraian
mengakibatkan turunnya nilai pelajaran mereka di sekolah. Walaupun untuk
beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian menghadapi perceraian orang
tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya dirasakan anak berusia 2 tahun
ke atas.
·
Jangan menjelek-jelekan
mantan pasangan di depan anak walaupun Anda masih marah atau bermusuhan dengan
bekas suami. Hal ini merupakan salah satu yang sulit untuk dilakukan tapi Anda
harus berusaha keras untuk mencobanya. Jika hal itu terus saja Anda lakukan,
anak akan merasa, ayah atau ibunya jahat, pengkhianat, atau pembohong. Nah,
pada anak tertentu, hal itu akan menyebabkan ia jadi dendam dan trauma untuk
menikah karena takut diperlakukan serupa.
·
Anak-anak tidak perlu merasa
mereka harus bertindak sebagai "penyambung lidah" bagi kedua orang
tuanya. Misalnya, Anda berujar, "Bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah
harus bayaran uang sekolah."
·
Minta dukungan dari sanak
keluarga dan teman-teman dekat. Orang tua tunggal memerlukan dukungan. Dukungan
dari keluarga, sahabat, pemuka agama, dapat membantu Anda dan anak untuk
menyesuaikan diri dengan perpisahan dan perceraian. Hal lain yang juga dapat
menolong adalah memberi kesempatan kepada anak-anak untuk bertemu dengan orang
lain yang telah berhasil melewati masa-masa perceraian dengan baik.
·
Bilamana mungkin, dukung
anak-anak agar memiliki pandangan yang positif terhadap kedua orang tuanya.
Walaupun pada situasi yang baik, perpisahan dan perceraian dapat sangat
menyakitkan dan mengecewakan bagi kebanyakan anak-anak. Dan tentu saja secara
emosional juga sulit bagi para orang tua.
- Persiapan Orang
Tua dalam
Kaitannya dengan Kondisi Psikologis Anak Sebelum Memutuskan untuk
Bercerai.
Berhasil atau tidaknya seorang anak
dalam beradaptasi terhadap perubahan hidupnya ditentukan oleh daya tahan dalam
dirinya sendiri, pandangannya terhadap perceraian, cara orangtua menghadapi
perceraian, pola asuh dari si orangtua tunggal dan terjalinnya hubungan baik
dengan kedua orangtuanya. Bagi orangtua yang bercerai, mungkin sulit untuk
melakukan intervensi pada daya tahan anak karena hal tersebut tergantung pada
pribadi masing-masing anak, tetapi sebagai orangtua mereka dapat membantu anak
untuk membuatnya memiliki pandangan yang tidak buruk tentang perceraian yang
terjadi dan tetap punya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Di bawah ini
adalah beberapa saran yang sebaiknya dilakukan orangtua agar anak sukses
beradaptasi, jika perpisahan atau perceraian terpaksa dilakukan:
·
Begitu perceraian sudah
menjadi rencana orangtua, segeralah memberi tahu anak bahwa akan terjadi
perubahan dalam hidupnya, bahwa nanti anak tidak lagi tinggal bersama Mama dan
Papa, tapi hanya dengan salah satunya.
Cara Terbaik
untuk Beritahu anak-anak Anda tentang Perceraian
Perceraian adalah situasi yang menguras emosi . Mimpi terburuk datang benar ketika Anda harus memberitahu anak-anak Anda tentang pemisahan hukum . Cara terbaik untuk memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian adalah jujur dengan mereka, karena yakinlah , mereka sudah sadar tentang mendasari ketegangan antara orang tua mereka..
Perceraian adalah situasi yang menguras emosi . Mimpi terburuk datang benar ketika Anda harus memberitahu anak-anak Anda tentang pemisahan hukum . Cara terbaik untuk memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian adalah jujur dengan mereka, karena yakinlah , mereka sudah sadar tentang mendasari ketegangan antara orang tua mereka..
Anda mungkin
telah memutuskan untuk memanggil pernikahan Anda berhenti , tetapi anak Anda
siap untuk itu ? Apakah Anda siap untuk memberitahu anak Anda tentang pemisahan
hukum ? Tentu saja tidak ! Pikiran mengatakan kepada anak Anda tentang
perceraian pasti mengerikan satu. Hal ini dapat membuat Anda cemas dan lidah
kelu , tapi mengatakan kepada anak Anda berita sesegera mungkin juga penting .
Bagian terburuk tentang berita ini , menginformasikan anak-anak Anda tentang
rumah masa depan mereka dan orang tua tunggal yang akan merawat mereka . Jadi ,
ketika segala sesuatu di sekitar Anda begitu stres , apa cara terbaik untuk memberitahu
anak-anak Anda tentang perceraian ? Anak-anak sering menyalahkan diri sendiri
karena orang tua berpisah . Dibutuhkan mereka waktu untuk datang untuk berdamai
dengan kenyataan hidup dengan hanya satu orangtua . Namun, jika proses
perceraian disampaikan kepada anak-anak oleh Anda dan pasangan Anda , sebelum
perceraian itu akan membantu dalam menyelamatkan ikatan Anda dengan anak-anak
Anda .
·
Sebelum berpisah ajaklah
anak untuk melihat tempat tinggal yang baru (jika harus pindah rumah). Kalau
anak akan tinggal bersama kakek dan nenek, maka kunjungan ke kakek dan nenek
mulai dipersering. Kalau ayah/ibu keluar dari rumah dan tinggal sendiri, anak
juga bisa mulai diajak untuk melihat calon rumah baru ayah/ibunya.
·
Di luar perubahan yang
terjadi karena perceraian, usahakan agar sisi-sisi lain dan kegiatan rutin
sehari-hari si anak tidak berubah. Misalnya: tetap mengantar anak ke sekolah
atau mengajak pergi jalan-jalan.
·
Jelaskan kepada anak tentang
perceraian tersebut. Jangan menganggap anak sebagai anak kecil yang tidak tahu
apa-apa, jelaskan dengan menggunakan bahasa sederhana. Penjelasan ini mungkin
perlu diulang ketika anak bertambah besar.
·
Jelaskan kepada anak bahwa
perceraian yang terjadi bukan salah si anak.
·
Anak perlu selalu diyakinkan
bahwa sekalipun orangtua bercerai tapi mereka tetap mencintai anak. Ini sangat
penting dilakukan terutama dari orangtua yang pergi, dengan cara: berkunjung,
menelpon, mengirim surat atau kartu. Buatlah si anak tahu bahwa dirinya selalu
diingat dan ada di hati orangtuanya.
·
Orangtua yang pergi,
meyakinkan anak kalau ia menyetujui anak tinggal dengan orangtua, dan
menyemangati anak agar menyukai tinggal bersama orangtuanya itu.
·
Orangtua yang tinggal
bersama anak, memperbolehkan anak bertemu dengan orangtua yang pergi, meyakinkan
anak bahwa dia menyetujui pertemuan tersebut dan menyemangati anak untuk menyukai
pertemuan tersebut.
·
Kedua orangtua, merancang
rencana pertemuan yang rutin, pasti, terprediksi dan konsisten antara anak dan
orangtua yang pergi. Kalau anak sudah mulai beradaptasi dengan perceraian,
jadwal pertemuan bisa dibuat dengan fleksibel. Penting buat anak untuk tetap
bisa bertemu dengan kedua orangtuanya. Tetap bertemu dengan kedua orangtua
membuat anak percaya bahwa ia dikasihi dan inginkan. Kebanyakan anak yang
membawa hingga dewasa perasaan-perasaan ditolak dan tidak berharga adalah
akibat kehilangan kontak dengan orangtua yang pergi.
·
Tidak saling mengkritik atau
menjelekkan salah satu pihak orangtua di depan anak.
·
Tidak menempatkan anak di
tengah-tengah konflik.
·
Tidak menjadikan anak
sebagai senjata untuk menekan pihak lain demi membela dan mempertahankan diri
sendiri. Misalnya mengancam pihak yang pergi untuk tidak boleh lagi bertemu
dengan anak kalau tidak memberikan tunjangan; atau tidak diperbolehkan untuk bertemu
dengan anak supaya pihak yang pergi merasa sakit hati, sebagai usaha membalas
dendam.
·
Tetap mengasuh anak
bersama-sama dengan mengenyampingkan perselisihan. Memperkenankan anak untuk
mengekspresikan emosinya. Beresponlah terhadap emosi anak dengan kasih sayang,
bukan dengan kemarahan atau celaan. Karena itu dalam mempersiapkan perceraian,
ada beberapa hal yang harus dipersiapkan terutama tentang psikologi anak. Satu
diantaranya adalah menjelaskan alasan dari perceraian itu sendiri. Intinya,
anak ingin sesuatu yang pasti. Kalau perceraian memang tidak bisa dihindari,
orang tua harus menjelaskan kepada anak. Kumpulkan antara anak, ayah, dan ibu.
·
Orang tua di sini harus
menjelaskan keputusan mereka, Kalau orang tua menghadapi anak balita, jelaskan
dengan bahasa yang harus bisa dimengerti oleh mereka. Jelaskan juga bahwasanya
meski bercerai, kasih sayang kedua orang tua tidak akan putus. Kedua belah
pihak juga menjelaskan tentang materi yang akan tetap diberikan kepada anak.
·
Jangan juga memberi harapan
palsu kepada anak. Harapan palsu di sini maksudnya adalah berjanji bahwasanya
kedua orang tua mungkin suatu saat akan kembali hidup bersama. Jika janji ini
sampai diucapkan, anak akan terus mengingatnya. Masalah perceraian yang sedang
dihadapi oleh orang tua tentunya juga akan membuat anak terus memikirkan
kondisi yang sedang menimpa kedua orang tuanya. Jangankan anak yang masih usia
kecil, mereka yang sudah usia besar pun ada juga yang akan mencetuskan
pemikiran bahwasanya perceraian itu adalah karena kesalahan mereka. Orang tua
harus menerangkan kepada anak bahwasanya ini bukan kesalahan mereka. Ini untuk
menghindari perasaan terpukul dari anak.
·
Agar anak tidak terus
menerus merasa bersalah, tetap berikan perhatian yang tidak berubah dari kedua
belah pihak orang tua. Intinya biar bagaimanapun, dalam kasus perceraian, orang
tua harus ingat bagaimana perasaan dan kepentingan anak. Jadi sebelum kata
cerai, pikirkan dahulu apa yang lebih baik dan buruk apa yang akan terjadi.
·
Orang tua juga harus tetap
menguasai emosi, perasaan, maupun pikiran. Meski telah berpisah bukan berarti
anak hanya boleh memilih satu orang tua dan mencurahkan serta menerima kasih
sayang dari satu orang tua juga. Bagaimanapun anak butuh ayah dan ibu. Jangan
putuskan hubungan anak dengan orang tua yang satunya.
·
Di sini, butuh pula kepekaan
orang tua untuk mengerti apa yang dibutuhkan anak akan perasaannya. Orang tua
yang memiliki hak asuh anak boleh memberitahukan tentang pasangannya namun
bukan berarti menjelek-jelekkannya. Kalau kita memburuk-burukkan mantan
pasangan kita, anak jadi ada dalam posisi dituntut untuk memilih.
Biarkan mereka melihat dan tahu sendiri sehingga bisa mengambil
keputusan sendiri.
Begitu besar dampak negatif bagi anak
akibat perceraian, sehingga Rasulullah saw. bersabda: “Sesuatu yang halal tapi
dibenci Allah adalah perceraian” [H.R. Abu Daud dan Hakim].
BAB III
PENUTUP
a.
Simpulan
Keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak
pada masa-masa yang mendatang, baik secara psikologis maupun secara fisik. Selain
itu keluarga juga sebagai tempat untuk berlindung, dan memperoleh kasih sayang.
Namun, bagaimana jika peran keluarga sebagai pelindung, dan tempat memperoleh
kasih sayang itu tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya? Tanpa keluarga
anak akan merasa sendiri, dan tidak ada tempat untuk berlindung. Kemana mereka
harus pergi jika tempat perlindungan saja mereka tidak punya? Apa mereka harus
mencari perlindungan dijalan? Tidak! Anak adalah generasi penerus yang
seharusnya di jaga dengan baik, oleh karena itu orang tua harus menjaga
anak-anak mereka sebagaimana mestinya peran orangtua. Dan perceraian bukanlah
jalan untuk menyelesaikan masalah. Perceraian adalah penerus masalah
selanjutnya. Orangtua harus memilih antara ego mereka masing-masing atau masa depan
anak mereka.
Perceraian
merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan
untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya
sebagai suami istri. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian diantaranya adalah
kurangnya berkomunikasi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perzinahan,
masalah ekonomi, krisis moral dan akhlak.
Sedangkan
dampak perceraian bagi anak ada yang positif dan ada yang negatif. Dampak
positifnya, anak tersebut bisa menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran di
masa depannya, anak
korban perceraian memiliki orientasi yang baik bagi masa depannya, selain itu pengalaman traumatik dapat
menjadikan anak menjadi tangguh, berkepribadian matang
ataupun sebaliknya, anak
korban perceraian mendapatkan pengalaman yang memberdayakan. Sedangkan dampak negatifnya adalah sedih, marah,
kehilangan, merasa tidak aman, timbul rasa malu, merasa bersalah dan
menyalahkan diri. Adapun upaya mengatasi masalah pada anak korban perceraian :
a. Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga
termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri
motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
b. Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak merasa
sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua bercerai.
Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan kata-kata yang
tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua
c. Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi.
Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
d. Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan
cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa
perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
e. Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka biasa mengadu dan
bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya ketimbang
orangtua yang dianggap bermasalah.
b.
Saran
Solusi dari kasus
perceraian yang berpengaruh besar terhadap psikologi anak, seharusnya pihak
orang tua dapat mempertimbangkan kembali untuk mengambil keputusan untuk
melakukan perceraian, mereka harus memilih antara mengikuti ego mereka untuk
bercerai atau menjaga psikologi anak yang akan ditimbulkan akibat perceraian
tersebut, apabila perceraian memang jalan yang seharusnya diambil, maka
diperlukan peran orang tua yang harus bisa menyikapi atau mengambil alih serta
mengawasi anak, agar terhindar dari segala kegiatan yang bisa merusak masa depan
anak, dan perbanyaklah kegiatan yang positif agar dapat mengembangkan potensi
anak dan berikan pengarahan ketika anak dewasa, jangan sampai perceraian itu
terjadi di kehidupannya kelak, dan berikan pengalaman.
DAFTAR
PUSTAKA
22.43, 24 Mei
2013
Minggu, 27
Januari 2013
Selasa, 08
Januari 2013
http://www.dishidros.go.id/buletin/umum/221-dampak-perceraian-bagi-perkembangan-psikologis-anak.html
Tuesday, 27
March 2012 14:40
14 Februari 2013
Postingan anda sangat bermanfaat.. semoga berkah
BalasHapusSangat super...
BalasHapusThat's good..
BalasHapusbermanfaat sist..
BalasHapusthankyou bermanfaat banget
BalasHapus
BalasHapusWater flows from a high place to a lower place. If the water that fell from a height
bandar togel sgp yang paling aman
terimakasih, sangat bermanfaat
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusijin ambil bagaian ya kakak :)
BalasHapusmakasih kak sangat bermanfaat, izin ambil sebagian untuk tugas ya
BalasHapusIzin mengambil sebagian untuk tigas
BalasHapusSaya tidak dapat cukup berterima kasih kepada Dr EKPEN TEMPLE kerana telah membantu saya mengembalikan kegembiraan dan ketenangan dalam perkahwinan saya setelah banyak masalah yang hampir menyebabkan perceraian, alhamdulillah saya bermaksud Dr EKPEN TEMPLE pada waktu yang tepat. Hari ini saya dapat mengatakan kepada anda bahawa Dr EKPEN TEMPLE adalah jalan keluar untuk masalah itu dalam perkahwinan dan hubungan anda. Hubungi dia di (ekpentemple@gmail.com)
BalasHapus