Jumat, 09 Mei 2014

Makalah Perceraian dan Dampak Pada Anak

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah hubungan rumah tangga tentunya tidak selamnya berjalan baik sesuai dengan apa yang telah kita inginkan dari kejauhan hari, namun ternyata ada beberapa faktor lain yang secara sengaja atau tidak di sengaja penghambat keharmonisan hubungan keluarga tersebut. Salah satu akibat yang di timbulkan dengan adanya konflik tersebut ialah adanya perceraian, dimana perceraian bukan lagi hal yang asing di Indonesia namun perceraian bisa dikatakan sebagai hal yang lumrah dan sudah memasyarakat.
Perceraian tidak saja terjadi pada orang-orang kelas bawah tetapi terjadi pada orang-orang berkelas atas yang mempunyai perekonomian lebih dari cukup, bukan hanya rakyat biasa tetapi perceraian pun bisa terjadi pada seorang figur salah satunya artis, musisi, bahkan terjadi pada ustad-ustad.
Perceraian bukan saja akan merugikan beberapa pihak namun perceraian juga sudah jelas dilarang oleh agama (agama islam). Namun pada kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian di kalangan masyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun terus meningkat terutama contoh yang lebih konkrit yaitu terjadi kalangan para artis, dimana mereka dengan mudah kawin-cerai dengan tidak memperhitungkan akibat sikis yang di timbulkan dari perceraian tersebut, masalah kecilnya biaya perceraian mereka tidak jadi permasalahan.
Kita sebagai pelajar mestinya tahu bahwa ada beberapa hal yang mesti diperhatikan bahwa akibat dari perceraian itu sangat fatal sekali salah satunya terhadap sibuah hati yang dimana pada saat orang tuanya terjadi perceraian si anak akan merasa terganggu dan merasa kurangnya perhatian bahkan kasih sayang dari orang tua.
Secara psikis tentu perceraian akan sangat mempengaruhi pada perkembangan anak, baik itu ketika masih anak-anak atau ketika sianak sudah mulai remaja.dalam makalah ini akan mencoba membahas bagaimana pengaruh perceraian orang tua terhadap perkembangan anak remaja, yang dimana pada remaja akibat yang ditimbulkannya lebih banyak dibanding pada anak anak karena mungkin anak remaja sudah mulai berfikir.
Undang-undang atau peraturan yg digunakan dalam proses perceraian di pengadilan adalah UU No. 1 Tahun 1974, Undang-undang Perkawinan yaitu Mengatur tentang perceraian secara garis besar (kurang detail karena tidak membedakan cara perceraian agama Islam dan yg non-Islam) bagi yg non-Islam maka peraturan tata cerai-nya berpedoman pada UU No.1 Th 74 ini. Kemudian PP No. 9 Tahun 1975, Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 74 mengatur detail tentang pengadilan mana yg berwenang memproses perkara cerai mengatur detail tentang tatacara perceraian secara praktik. UU No. 23 Tahun 1974, Penghapusan Kekerasan Dalam RumahTangga (KDRT) bagi seseorang yg mengalami kekerasan/penganiyaan dalam rumah tangganya maka kuasailah UU ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi perceraian itu ?
2.      Apa saja faktor-faktor penyebab perceraian ?
3.      Bagaimanakah dampak perceraian terhadap anak ?
4.      Bagaimanakah hak asuh anak setelah perceraian ?
5.      Bagaimana upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui berbagai faktor penyebab perceraian.
2.      Mengetahui dampak perceraian terhadap anak
3.      Memahami perasaan dan keinginan anak atas masalah perceraian orang tuanya.
4.      Mengetahui upaya mengatasi masalah pada anak akibat perceraian orang tuanya.

D.    Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian penulis yaitu membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh anak (anak-anak maupun remaja) berkaitan dengan emosinya yang masih sangat labil.
BAB II
PEMBAHASAN


A.      Definisi Perceraian
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
Bagi anak-anak yang belum mengerti maksud dari “perceraian” mereka mungkin sering bertanya-tanya kenapa kedua orangtua mereka tidak pernah bersama-sama lagi. Mereka hanya menuruti apa yang diucapkan oleh orangtuanya. Bagi seorang remaja yang dalam keadaan emosinya masih sangat labil, mereka menganggap hal tersebut adalah kehancuran dalam hidupnya, hidup akan jauh berbeda paska perceraian, merasa segalanya menjadi kacau, dan merasa kehilangan. Bagi anak yang telah dewasa, mereka akan lebih mudah diajak berkomunikasi, lebih bisa memahami situasi dan kondisi, lebih bisa menjaga dirinya sendiri, bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, dan bisa menasehati kedua orangtuanya sesuai apa yang ia rasakan.
Intinya pada berapapun usia dari anak-anak yang mengalami perpecahan dalam keluarganya, disatu sisi “kehilangan” adalah masalah pertama yang mereka jumpa. Di sisi lain mereka menunjukkan kesulitan dalam menyesuaikan diri seperti kesedihan, kesepian, kesendirian, keterpurukan, kerinduan, ketakutan, kekhawatiran,dan depress. Itu semua adalah hanya bagian dari rasa kekecewaan terhadap orangtuanya. Yang akan menjadi trauma apabila mereka menyaksikan perkelahian orangtuanya yang begitu dasyat, mereka hanya bisa menangis, mengurung diri di kamar, atau pergi melarikan diri dari rumah untuk menenangkan diri mereka. Mereka yang bercerai bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat diminta maju ke pengadilan.
Sedangkan dalam islam, perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, اسم لحل قيد النكاح) atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.
Adapun hukum perceraian dalam islam adalah sebagai berikut :
a.                               Talak itu wajib apabila:
1.      Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
2.      Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
3.      Apabila pihak pengadilan berpendapat bahwa talak adalah lebih baik
Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami.
b.                              Perceraian itu haram apabila:
1.      Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.
2.      Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
3.      Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya.
4.      Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.
c.                               Perceraian itu hukumnya sunnah apabila:
1.      Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
2.      Isterinya tidak menjaga martabat dirinya
d.                              Cerai hukumnya makruh apabila:
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama
e.                               Cerai hukumnya mubah apabila
Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

·           Pandangan Anak terhadap Perceraian Orang Tua.
Perceraian bagi anak adalah “tanda kematian” keutuhan keluarganya, rasanya separuh “diri” anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak harus memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal bersamanya lagi.
     Dalam sosiologi, terdapat teori pertukaran yang melihat perkawinan sebagai suatu proses pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi diantara sepasang suami istri. Karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu yang hidup dan tinggal bersama, sementara latar belakang sosial-budaya, keinginan serta kebutuhan mereka berbeda, maka proses pertukaran dalam perkawinan ini harus senantiasa dirundingkan dan disepakati bersama.
     Banyak pertanyaan dari orangtua mengenai pada usia berapakah perpisahan dan perceraian orangtua memiliki dampak buruk yang minim bagi anak? Benarkah justru di usia balita paling baik, karena anak belum banyak terpapar pada kehidupan orangtuanya?. Jawabannya secara umum adalah tidak ada usia terbaik. Namun demikian, sesungguhnya dampak perceraian pada anak-anak bervariasi sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan psikologis mereka. Orangtua perlu memahami dampak dan kebutuhan yang berbeda dari anak-anak mereka.

B.       Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian
Terdapat banyak penyebab perceraian yang telah tampak dari kasus-kasus yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah :
a)      Kurangnya berkomunikasi
            Dalam rumah tangga, komunikasi sangat penting dan sangat dibutuhkan antara suami-istri. Sekecil apapun itu masalah harus memberitahu satu sama lain. Jika tidak, akan memicu terjadinya perceraian. karena dengan berkomunikasi membuat rasa saling percaya, saling mengerti, tidak ada kebohongan, dan tidak ada hal yang disembunyikan. Namun sebaliknya jika dalam rumah tangga gagal berkomunikasi, maka akan sering terjadi pertengkaran karena tidak saling percaya, tidak saling mengerti, banyaknya rahasia yang disembunyikan satu sama lain. Hal ini akan beruung pada perceraian jika kedua pihak kurang atau gagal berkomunikasi.



b)      Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
KDRT adalah kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri yang berakibat timbulnya penderitaan fisik, seksual, psikis,dan ekonomi.  Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama perceraian.
c)      Perzinahan
            Di samping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadinya perceraian adalah perzinahan, yaitu hubungnan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri. hal ini bisa terjadi dalam rumah tangga dikarenakan mungkin seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu kurangnya atau gagal berkomunikasi, ketidak harmonisan, tidak adanya perhatian atau kepedulian suami terhadap istri atau sebaliknya, saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, merasa tidak tercukupinya kebahagiaan lahir dan batin, ketidaksetiaan, atau hanya untuk bersenang-senang bersama orang lain.
d)      Masalah ekonomi
            Uang memang tidak dapat membeli kebahagiaan. Namun bagaimana lagi, uang termasuk kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, faktor ekonomi masih menjadi penyebab paling dominan terjadinya perceraian pasutri di masyarakat.
e)      Krisis moral dan akhlak
            Faktor-faktor  terjadinya perceraian di atas seperti halnya masalah ekonomi, perzinahan, kurangnya atau gagal berkomunikasi, dan kekerasan dalam rumah tangga dapat menimbulkan landasan berupa krisis moral dan akhlak yang dilalaikan oleh suami mapun istri atas peran dan tanggung j
Statistik menunjukkan bahwa sekitar 60 persen dari semua kasus perceraian terjadi dalam sepuluh tahun pertama perkawinan. Bahkan dengan maraknya perceraian yang dilakukan oleh kaum selebriti, membuat bercerai menjadi masalah pilihan gaya hidup semata. Angka perceraian terus melonjak.

Penyebab dan Alasan
Beberapa alasan telah dikutip yang mempengaruhi tindakan bercerai . Berikut ini adalah penyebab umum tertentu yang telah terdaftar .

Harap dicatat - Alasan berikut tidak mengikuti urutan tertentu atau sistem peringkat , mereka telah terdaftar dalam urutan acak .
1.      Ketidaksetiaan
2.      Penyalahgunaan dalam segala bentuk ( fisik, seksual , emosional )
3.      Kecanduan alkohol dan / atau penyalahgunaan zat
4.      keadaan tertinggal
5.      Perbedaan kepribadian atau ' perbedaan yang tak terdamaikan '
6.      Perbedaan tujuan pribadi dan karir
7.      Pengangguran
8.      masalah keuangan
9.      Kurangnya komunikasi antara pasangan
10.  ketidakcocokan intelektual
11.  ketidakcocokan seksual
12.  Jatuh cinta
13.  Konversi agama atau keyakinan agama
14.  Perbedaan budaya dan gaya hidup
15.  Ketidakstabilan mental atau penyakit mental baik mitra
16.  Perilaku kriminal dan penjara untuk kejahatan
17.  Kurangnya komitmen untuk pernikahan
18.  Ketidakmampuan untuk mengelola atau menyelesaikan konflik
19.  Harapan yang berbeda tentang tugas-tugas rumah tangga
20.  Harapan yang berbeda tentang memiliki atau membesarkan anak-anak
21.  Gangguan dari orang tua atau mertua
22.  Kurangnya kematangan
23.  Desakan menempel peran tradisional dan tidak memungkinkan ruang untuk pertumbuhan pribadi
24.  Ketidakmampuan untuk menangani keanehan kecil masing-masing
25.  Kurangnya kepercayaan dan / atau rasa tidak aman

·      Tahun-tahun Rawan Perceraian  dalam Pernikahan.
 Sesungguhnya setiap saat setelah bulan madu adalah merupakan periode yang rawan bagi setiap pasangan pernikahan. Untuk itulah diperlukan kewaspadaan, diperlukan komitmen dan kesungguh-sungguhan bagi setiap pasangan nikah untuk saling memupuk , memelihara dan saling membahagiakan.  Sesungguhnya ada tiga Periode  dalam pernikahan  yang memiliki  tingkat kerawanan  melebihi tahun-tahun yang lain,  hal ini dikarenakan  memuncaknya perbedaan yang menyerap lebih banyak energi pasangan nikah untuk saling menyesuaikan diri. Adapun tiga periode yang sesungguhnya kita patut sadari dan waspadai, dan patut kita antisipasi itu adalah :
1)      Periode usia nikah 1-5 tahun
adalah  periode dimana  fondasi pernikahan  sesungguhnya  belum cukup kuat.  Dan justru pada usia 1-4 tahun itu  tuntutan  untuk saling mencocokan dan menyesuaikan diri itu menyedot begitu banyak energi pasangan suami istri yang masih baru ini.  Mereka dituntut sanggup menyesuaikan diri dengan pasangannya, dengan mertua dengan saudara ipar, dengan kerabat, dan dengan pekerjaan atau karier. Bila mereka sukses dalam saling menyesuaikan diri akan menjadi keluarga yang semakin kokoh. Namu bila mereka gagal untuk  menyesuaikan diri hal itu akan menyebabkan problema semakin meruncing dan tidak terselesaikan atau perceraian.
2)      Periode Puber kedua atau Usia Parobaya
yaitu  periode usia pernikahan 15-20 tahun. Adalah  periode dimana usia masing masing suami istri  antara 40-50 tahun. Apa yang sesungguhnya terjadi yang menyebabkan perkawinan menghadapi usia kritis  pada periode ini? Anak-anak mulai menginjak usia remaja, dan kenakalan remaja seringkali menyebabkan perbedaan cara didik dan cara mendisiplin anak  yang mengakibatkan perbedaan semakin tajam antara suami istri, disinilah krisis yang baru dimulai. Bukan itu saja saat ini karir biasanya sudah mantap, keuangan mantap, dan biasanya orang tua dan  mertua yang mengawasi kita sudah mulai meninggal, disaat yang sama hubungan suami istri biasanya mulai merenggang karena istri mulai masuk masa menopause dan suami memasuki masa puber kedua. Dan disinilah terjadi banyak godaan perselingkuhan.
3)      Masa Pensiun atau disebut juga masa sarang kosong
yaitu periode 30-35 tahun usia pernikahan. Masa dimana anak-anak pada umumnya sudah menikah dan meninggalkan rumah. Pasangan suami istri yang selama ini belum biasa saling memaafkan, menghargai dan menyesuaikan diri dengan baik maka saat memasuki masa pensiun dan harus tinggal berduaan selama 24 jam sehari merupakan suatu kesulitan besar yang mengakibatkan pasangan semakin menjauh diusia senja.

C.      Dampak Perceraian
a.                                        Dampak perceraian terhadap Anak
Dalam rumah tangga yang tidak sehat, yang bermasalah dan penuh dengan pertengkaran-pertengkaran bisa muncul 3 kategori anak adalah
1.      Anak-anak yang memberontak yang menjadi masalah diluar. Anak yang jadi korban keluarga yang bercerai itu menjadi sangat nakal sekali karena:
a)      Mempunyai kemarahan, kefrustrasian dan mau melampiaskannya.
b)      Selain itu, anak korban perceraian jadi gampang marah karena mereka terlalu sering melihat orang tua bertengkar. Namun kemarahan juga bisa muncul karena :
·      Dia harus hidup dalam ketegangan dan dia tidak suka hidup dalam ketegangan.
·      Dia harus kehilangan hidup yang tenteram, yang hangat, dia jadi marah pada orang tuanya kok memberikan hidup yang seperti ini kepada mereka.
·      Waktu orang tua bercerai, anak kebanyakan tinggal dengan mama, itu berarti ada yang terhilang dalam diri anak yakni figur otoritas, figur ayah.
2.      Anak-anak yang bawaannya sedih, mengurung diri, dan menjadi depresi. Anak ini juga bisa kehilangan identitas sosialnya.
Oleh karena itu tidak jarang mereka berbohong dengan mengatakan bahwa orangtua mereka tidak bercerai atau bahkan menghindari pertanyaan-pertanyaan tentang perceraian orang tua mereka. Banyak sekali dampak negatif perceraian yang bisa muncul pada anak. “Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, jadi pembangkang, enggak sabaran, impulsif,”. Bisa jadi, anak akan merasa bersalah (guilty feeling) dan menganggap dirinyalah biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. Dampak lain adalah anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya. “Orangtua harus harus hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.” Anak juga bisa jadi tidak pe-de dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. “Ke depannya, setelah dewasa, anak cenderung enggak berani untuk commit pada suatu hubungan.
Pacaran-putus, pacaran-putus.” Self esteem anak juga bisa turun. “Jika self esteem-nya jadi sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa jadi akan dendam pada orangtuanya, terlibat drugs dan alkohol, dan yang ekstrem, muncul pikiran untuk bunuh diri. Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya, tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasakan bahwa omongannya tak digubris, merasa diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya.” Perasaan marah dan kecewa pada orangtua merupakan sesuatu yang wajar,  “Ini adalah proses dari apa yang sesungguhnya ada di hati anak. Jadi, biarkan anak marah, daripada memendam kemarahan dan kemudian mengekspresikannya ke tempat yang salah,”

b.                                                        Dampak Perceraian Bagi Remaja
Bagi kebanyakan remaja, perceraian orangtua membuat mereka kaget sekaligus terganggu. Masalah yang ditimbulkan bagi fisik tidak terlalu tampak bahkan bisa dikatakan tidak ada karena ini sifatnya fisikis, namun ada juga berpengaruh pada fisik setelah si remaja tersebut mengalami beberapa akibat dari tidak terkendalinya sikis atau keperibadiannya yang tidak terjaga dengan baik, salah satu contoh si remaja karena seringkali meminum-minuman beralkohol maka lambat laun si remaja akan mengalami penurunan system kekebalan tubuh yang akhirnya menimbulkan sakit.
Keadaan tersebut jelas akan mempengaruhi psikologi remaja untuk keberlangsungan kehidupannya, ada beberapa kebutuhan utama remaja yang penting untuk dipenuhi yaitu:
1.      Kebutuhan akan adanya kasih sayang
2.      Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
3.      Kebutuhan untuk berdiri sendiri
4.      Kebutuhan untuk berprestasi
5.      Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
6.      Kebutuhan untuk dihargai
7.      Kebutuhan untuk memperoleh palsafah hidup yang utuh
Kehidupan mereka sendiri berkisar pada berbagai masalah khas remaja yang sangat nyata, seperti bagaimana menyesuaikan diri dengan teman sebaya, apa yang harus dilakukan dengan seks atau narkoba, ataupun isu-isu kecil tetapi sangat penting, seperti jerawat, baju yang akan dikenakan, atau guru yang tidak disenangi. Remaja sudah merasa cukup sulit mengendalikan kehidupan mereka sendiri sehingga pasti tidak ingin diganggu dengan kehidupan orangtua yang mengungkapkan perceraian. Mereka tidak memiliki ruang atau waktu lagi terhadap gangguan perceraian orangtua dalam kehidupan mereka.
Selain itu, remaja secara psikologis sudah berbeda dari sebelumnya. Meskipun masih bergantung pada orangtua, saat ini mereka memiliki suara batin kuat yang memberitahu mereka untuk menjadi mandiri dan mulai membuat kehidupan mereka sendiri. Tetap bergantung tidak sesuai lagi untuk rasa aman dan kesejahteraan diri mereka.

1) Perasaan - Perasaan Ketika Orang Tuanya Bercerai
Hal ini terlihat antara  lain :
a)                Tidak aman (insecurity)
Para remjaja setelah ditinggalkan cerai oleh orang tuanya kebanyakan dari mereka merasa kurang aman, salah satunya untuk biaya kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya merkeka tidak bigitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada remaja yang bebas dari awal sebelum perceraian ia tidak begitu menuruti apa kata orang tuannya.
b)                Sedih
Remaja yang awalnya merasa nyaman dengan orang tua tentu akan merasa sedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan mungkin si remaja tersebut akan merasa kehilangan, beda dengan si remaja yang awalnya tidak begitu mengharapkan kehadiran dari orang tua karena banyak jaman sekarang anak sudah tidak lagi menghargai kehadiran orang tua, dan itu bisa di sebabkan oleh pergaulan yang terlalu bebas.
c)                Marah
Dengan adanya perceraian seorang anak seringkali emosinya tidak terkontrol dengan baik sehingga mereka sering kali marah yang tidak karuan, banyak teman dekat yang menjadi sasaran amarahnya padahal sebenarnya bukan pada temannya yang bermasalah.

d)               Kehilangan
Dominan pada remaja setelah terjadi perceraian itu akan merasa kehilangan baik besar atau kecil perasaan yang ditimbulkan oleh si remja tersebut
e)                Merasa bersalah dan menyalahkan diri
Remaja sering murung dan mereka sering berfikir yang mendalam sehingga mereka banyak diam, jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak nyaman berada dengan orang lain, ini terjadi terutama pada anak yang berperilaku baik, si remaja akan berfikir dan merenungkan orang tuanya bercerai itu apakah gara-gara dirinya atau faktor lain, dan ini sering menjadi pertanyaan besar yang terjadi pada diri mereka.
f)                 Timbul rasa malu terhadap teman-temannya,
Pasti ia akan berpikir bahwa teman-temannya akan membicarakan hal itu di sekolah maupun diluar sekolah atau jadi sering untuk menyendiri. Sehingga mengganggu konsentrasi belajar anak. Prestasi anak di sekolah akan menurun baik dalam bidang akademik maupun non-akademik.
Pengaruh pada Perasaan Anak
Anak-anak dapat bereaksi dengan berbagai cara dengan perceraian yang akan datang . Beberapa anak bisa menjadi sangat sedih , menunjukkan gejala depresi dan bahkan tidak bisa tidur . Tingkat mereka kecemasan menjadi sangat tinggi karena mereka mengalami perasaan ditolak atau ditinggalkan oleh salah satu orang tua dan kadang-kadang bahkan keduanya . Beberapa situasi bahkan dapat berakhir membuat anak-anak merasa sangat kesepian , yang biasanya karena salah satu orang tua mungkin tidak ada untuk waktu yang lama .

Terlepas dari apa yang mungkin situasi, perceraian biasanya mempengaruhi anak-anak dalam beberapa cara atau yang lain . Sementara beberapa anak mungkin cacat psikologi secara jangka panjang , orang lain mungkin merasakan kepedihan emosional untuk waktu singkat , dan kemudian belajar untuk mengatasinya , dan bahkan mungkin mendapatkan lebih dari itu . Tentu saja, banyak tergantung pada seberapa baik situasi ditangani oleh orang tua .
.
2)      Perilaku Anak Sebagai Korban Perceraian
Tidak hanya menjadi kurang pergaulan, anak korban perceraian akan mengalami penurunan nilai akademik, penurunan prestasi baik di sekolah maupun di luar sekolah, berusaha namun dalam kegelisahan, kesepian, ketidakpercayaan diri, dan kesedihan yang berlarut-larut.
Seorang anak yang sebelum menjadi korban perceraian lebih nyaman dan tentram jika berada di rumah, apalagi dikelilingi oleh keluarga yang lengkap. Namun, semua kenyamanan itu tidak didapat lagi setelah sering terjadinya cek-cok antara orangtua,menjelang dan paska perceraian. Sebuah rumah yang seharuskan dijadikan sebagai  tempat belajar, beradaptasi, sosialisasi, serta bermain tidaklah efektif lagi jika bagaikan kapal yang hancur dihantam angin badai yang begitu dasyat di tengah lautan. Apalagi untuk belajar, untuk bermain saja sangatlah tidak menyenangkan. Hanya akan menambah duka.
Mereka akan merasa lebih nyaman bermain diluar rumah, nongkrong bersama teman-temannya, menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfa’at, bahkan pada anak remaja yang emosinya terbilang sangat labil jika tidak lagi diperhatikan maka akan nekad bertindak menyimpang seperti : berkelahi, merokok, minum-minuman keras, mengkonsumsi obat-obatan terlarang, serta mulai mencoba-coba seks bebas.
Tidak semua anak korban percerain terjerumus dalam pergaulan bebas. Sebenarnya ada anak-anak yang tetap mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, sadar akan resiko jika bertindakmenyimpang, sabar, tegar, berusaha tuk selalu kuat, semangat, tidak putus asa untuk tetap mencapai masa depan yang cerah, walaupun pada kenyataannya keluarga mereka terpecah belah dan terkadang  walaupun status orangtuanya sudah bercerai  tetapi masih tetap saja bertengkar,saling benci dan menyalahkan. Mereka bisa melakukan hal itu karna mereka tidak memendam rasa benci dan tetap menyayangi orangtuanya.  Anak-anak seperti itulah yang patut dicontoh dan dijadikan sebagai teladan dalam masyarakat.
Perilaku yang ditimbulkan akibat hal tersebut yaitu :
1.      Suka mengamuk, menjadi kasar dan tindakan agresif
2.      Menjadi pendiam, tidak lagi ceria dan tidak suka bergaul
3.      Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun
4.      Suka melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi.

3)      Perkembangan Psikologis Anak Korban Perceraian.
a)                Arti Keluarga Bagi Anak
Bagi anak keluarga sangatlah penting. Keluarga sebagai tempat untuk berlindung, memperoleh kasih sayang. Peran keluarga sangatlah penting untuk perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang, baik secara psikologi maupun secara fisik. Tanpa keluarga anak akan merasa sendiri, tidak ada tempat untuk berlindung.
b)                Kondisi Psikologis Anak Akibat Perceraian
Masa ketika perceraian terjadi merupakan masa yang kritis buat anak, terutama menyangkut hubungan dengan orangtua yang tidak tinggal bersama. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam bathin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orangtuanya bercerai adalah:
·         Merasa tidak aman (insecurity).
·         Tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuannya yang pergi.
·         Marah Sedih dan kesepian.
·         Kehilangan, merasa sendiri, menyalahkan diri sendiri sendiri sebagai penyebab orangtua bercerai.
Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut, setelah dewasa menjadi takut gagal dan takut menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Beberapa indikator bahwa anak telah beradaptasi adalah: Menyadari dan mengerti bahwa orang tuannya sudah tidak lagi bersama dan tidak lagi berfantasi akan persatuan kedua orang tua, Dapat menerima rasa kehilangan, Tidak marah pada orang tua dan tidak menyalahkan diri sendiri, menjadi dirinya sendiri.

c.         Dampak Positif Perceraian Bagi Anak
Perceraian ternyata juga membawa dampak positif bagi anak adalah :
1.    Anak korban perceraian memiliki orientasi yang baik bagi masa depannya
                         Anak akan berfikir bahwa kegagalan orangtuanya dapat dijadikan pelajaran agar ia tidak seperti orangtuanya yang memilih jalan perceraian, dan ini juga akan menjadi bekal mereka untuk menuju masa depan yang lebih baik. Anak tersebut merasa bahwa walaupun orang tua mereka telah bercerai, namun ia tidak boleh patah semangat ataupun terpuruk kehidupannya. Hal ini ditunjukkan dengan baiknya prestasi akademik dan non akademik di sekolah. Sehingga, tidak semua anak korban perceraian mengalami disorientasi masa depan. Hal ini bergantung kepada persepsi anak tentang perceraian orang tuanya.
2.    Pengalaman traumatik dapat menjadikan anak menjadi tangguh, berkepribadian matang ataupun sebaliknya.
                         Sebanyak 75 % anak korban perceraian mampu bangkit dan berprestasi. Menurut Bonnie Benard, anak yang resilien memiliki karakteristik tersendiri yaitu kompetensi sosial, kemampuan memecahkan masalah, otonomi dan juga keinginan akan tujuan dan masa depan. Anak menjadi kuat dan tabah dalam menerima, hal ini berkaitan dengan hardiness personality. Anak yang mampu mengontrol emosinya akan membentuk tindakan yang mengubah kejadian yang penuh stres menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Anak dengan penyesuaian diri yang baik pasca perceraian orangtua akan menemukan makna yang positif dari perceraian orangtuanya sehingga dapat menciptakan masa depan yang lebih cemerlang.
3.    Anak korban perceraian mendapatkan pengalaman yang memberdayakan.
                        Orangtua yang berasal dari keluarga yang relijius sering dipaksa menikah terlalu muda dan ternyata mereka menikah dengan orang yang salah sehingga timbullah kasus perceraian. Hal tersebut membuat anak korban perceraian berpikir bahwa itu merupakan pengalaman yang memberdayakan.
Jadi kesimpulannya adalah perceraian orang tua ternyata membawa dampak yang baik bagi anak. Hal itu bergantung kepada orang tuanya, lingkungan, dan komunitasnya. Anak mempunyai persepsi yang baik terhadap perceraian, karena anak mendapat perhatian, perlindungan dan cinta kasih yang cukup dari orangtuanya. Faktor dari lingkungan yang mampu memberi penjelasan, perhatian, dan harapan yang timbul dari anak-anak korban perceraian Komunitasnya juga turut membantu memberikan nasihat sehingga menjadikan individu yang optimis selalu memandang kegagalan sebagai sesuatu yang dapat diperbaiki dan diubah. Sebaliknya, individu yang pesimis menerima kegagalan sebagai kesalahannya sendiri, menganggap kesulitan hidup berasal dari pembawaan yang telah mendarah daging dan tidak dapat diubah. Individu yang optimis akan merasa lebih percaya diri, nyaman, ekspresif, memandang dunia sosial lebih positif, merasa orang lain dapat dipercaya dan tidak merasa takut akan ditinggalkan oleh orang lain. Semakin baik persepsi seseorang terhadap perceraian, semakin baik pula optimisme masa depan seseorang.

D.      Hak Asuh Anak
Akibat Hukum Dari Putusnya Perkawinan Karena Perceraian.
Berdasarkan  ketentuan Pasal 41 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) disebutkan bahwa akibat dari putusnya suatu perkawinan karena perceraian adalah:
a)    Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya.
b)   Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut.
c)     Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.
Berdasarkan Pasal 41 UU Perkawinan yang telah kami kutip di atas, maka jelas bahwa meskipun suatu perkawinan sudah putus karena perceraian, tidaklah mengakibatkan hubungan antara orang tua (suami dan isteri yang telah bercerai) dan anak – anak yang lahir dari perkawinan tersebut menjadi putus.  Sebab dengan tegas diatur bahwa suami dan istri yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak – anaknya, termasuk dalam hal pembiayaan yang timbul dari  pemeliharaan dan pendidikan  dari anak tersebut. Ketentuan di atas juga menegaskan bahwa Negara melalui UU Perkawinan tersebut telah memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan anak – anak yang perkawinan orang tuanya putus karena perceraian.
Permohonan Untuk Mendapatkan Hak Asuh.  Perlu dicermati bahwa ketentuan Pasal 41 huruf a, UU Perkawinan pada bagian terakhir menyatakan bahwa ”bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.” Berangkat dari ketentuan tersebut maka dalam suatu gugatan perceraian, selain dapat memohonkan agar perkawinan itu putus karena perceraian, maka salah satu pihak juga dapat memohonkan agar diberikan Hak Asuh atas anak – anak (yang masih dibawah umur) yang lahir dari perkawinan tersebut.
Dalam UU Perkawinan sendiri memang tidak terdapat definisi mengenai Hak Asuh tersebut, namun jika kita melihat Pasal 1 angka 11, Undang Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak),  terdapat istilah ”Kuasa Asuh”  yaitu ”kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.”
 Selain itu juga dalam Pasal 1 angka 10, UU Perlindungan Anak terdapat pula istilah ”Anak Asuh” yaitu : ”Anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.” Seluk beluk pemberian hak asuh anak.  Sesuai dengan apa yang kami sampaikan di atas tentunya akan timbul suatu pertanyaan, siapakah diantara bapak atau ibu yang paling berhak untuk memperoleh Hak Asuh atas anak tersebut.
Satu-satunya aturan yang dengan jelas dan tegas memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus pemberian hak asuh atas anak tersebut terdapat dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan :
 “Dalam hal terjadi perceraian :
a)      pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
b)      pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.
c)      biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.”
Ketentuan KHI diatas nampaknya tidak dapat berlaku secara universal, karena hanya akan mengikat bagi mereka yang memeluk agama Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Agama).
 Sedangkan untuk orang – orang yang bukan beragama Islam (yang perkaranya diperiksa dan diputus di Pengadilan Negeri), karena tidak ada pedoman yang secara tegas mengatur batasan pemberian hak asuh bagi pihak yang menginginkannya, maka hakim dalam menjatuhkan putusannya akan mempertimbangkan antara lain pertama, fakta-fakta yang terungkap dipersidangan; kedua, bukti – bukti yang diajukan oleh para pihak; serta argumentasi yang dapat meyakinkan hakim mengenai kesanggupan dari pihak yang memohonkan Hak Asuh Anak tersebut dalam mengurus dan melaksanakan kepentingan dan pemeliharaan atas anak tersebut baik secara materi, pendidikan, jasmani dan rohani dari anak tersebut.

E.       Upaya Mengatasi Masalah pada Anak Korban Perceraian
Perceraian tentu disebabkan oleh orang tua itu sendiri sebaiknya orang tua bisa mengkomunikasikan pada anak dan juga memberikan sebuah penjelasan kenapa mereka bisa bercerai, berikut ada beberap poin yang bisa dikomunikasikan orang tua kepada anak :
a.       Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
b.      Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak merasa sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua
c.       Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi. Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
d.      Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
e.       Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka  biasa mengadu dan bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.
Namun perlu diingat sebaik apapun upaya untuk menangani perceraian dan berbagai hal yang sudah dilakukaan, pengaruh terhadap perceraian akan selalu membekas pada diri seorang anak dan akan mempengaruhi keperibadian menjelang dewasa. Bahkan ketika pertengkaran hebat dan permasalahan orang tua sudah selesai dengan baik.

a.    Cara Membangkitkan Motivasi dan Harapan Anak Korban Perceraian.
Bagi anak-anak mempunyai keluarga yang utuh adalah hal yang sangat membahagiakan. Mereka tidak pernah membayangkan bahwa akan ada perceraian dalam keluarganya. Keadaan psikologi anak akan sangat terguncang karena adanya perceraian dalam keluarga. Mereka akan sangat terpukul, kehilangan harapan, cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi pada keluarganya. Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya. Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting yang dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah. Yakinkan bahwa mereka tidak perlu merasa harus ikut bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya. Hal lain yang perlu dilakukan oleh orangtua yang akan bercerai adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang cekcok serta jangan sekali-sekali melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut. Hal lain yang dapat membantu anak-anak adalah mencarikan orang dewasa lain seperti bibi atau paman, yang untuk sementara dapat mengisi kekosongan hati mereka setelah ditinggal ayah atau ibunya. Maksudnya, supaya anak-anak merasa mendapatkan topangan yang memperkuat mereka dalam mencari figur pengganti ayah ibu yang tidak lagi hadir seperti ketika belum ada perceraian.

  1. Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Psikologi Anak
Perceraian selalu berdampak buruk dan terasa amat pahit bagi anak-anak. Dan ini jelas menorehkan perasaan sedih serta takut pada diri anak.
Alhasil, ia tumbuh dengan jiwa tidak sehat. Berikut ini beberapa saran untuk mengatasi kesedihan anak dalam melewati proses perceraian orang tuanya:
·         Dukung anak Anda untuk mengungkapkan perasaan mereka, baik yang positif maupun negatif, mengenai apa yang sudah terjadi.
·         Sangatlah penting bagi orang tua yang akan bercerai ataupun yang sudah bercerai untuk memberi dukungan kepada anak-anak mereka serta mendukung mereka untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Dalam hal ini Anda tidak boleh melibatkan perasaan Anda. Seringkali terjadi, perasaan akan kehilangan salah satu orang tua akibat perceraian menyebabkan anak-anak menyalahkan salah satu dari kedua orang tuanya (atau kedua-duanya) dan mereka merasa dikhianati. Jadi, anda harus betul-betul siap untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan anak anda atau keprihatinan yang mereka miliki.
·         Beri kesempatan pada anak untuk membicarakan mengenai perceraian dan bagaimana perceraian tersebut berpengaruh pada dirinya. Anak-anak yang usianya lebih besar, tanpa terduga, bisa mengajukan pertanyaan dan keprihatinan yang berbeda, yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya olehnya. Meski mengejutkan dan terasa menyudutkan, tetaplah bersikap terbuka.
·         Bila Anda merasa tidak sanggup membantu anak, minta orang lain melakukannya. Misalnya, sanak keluarga yang dekat dengan si anak.
·         Adalah wajar bagi anak-anak bila memiliki berbagai macam emosi dan reaksi terhadap perceraian orang tuanya. Bisa saja mereka merasa bersalah dan menduga-duga, merekalah penyebab dari perceraian. Anak-anak marah dan merasa ketakutan. Mereka khawatir akan ditelantarkan oleh orang tua yang bercerai.
·         Ada anak-anak yang sanggup untuk menyuarakan perasaan mereka, hal ini tergantung dari usia dan perkembangan mereka. Sementara, sebagian lagi tidak dapat berkata-kata. Ada yang marah dan depresi. Untuk anak-anak usia sekolah, jelas sekali perceraian mengakibatkan turunnya nilai pelajaran mereka di sekolah. Walaupun untuk beberapa lama anak-anak akan berusaha mati-matian menghadapi perceraian orang tuanya, pengaruh nyata dari perceraian biasanya dirasakan anak berusia 2 tahun ke atas.
·         Jangan menjelek-jelekan mantan pasangan di depan anak walaupun Anda masih marah atau bermusuhan dengan bekas suami. Hal ini merupakan salah satu yang sulit untuk dilakukan tapi Anda harus berusaha keras untuk mencobanya. Jika hal itu terus saja Anda lakukan, anak akan merasa, ayah atau ibunya jahat, pengkhianat, atau pembohong. Nah, pada anak tertentu, hal itu akan menyebabkan ia jadi dendam dan trauma untuk menikah karena takut diperlakukan serupa.
·         Anak-anak tidak perlu merasa mereka harus bertindak sebagai "penyambung lidah" bagi kedua orang tuanya. Misalnya, Anda berujar, "Bilang, tuh, sama ayahmu, kamu sudah harus bayaran uang sekolah."
·         Minta dukungan dari sanak keluarga dan teman-teman dekat. Orang tua tunggal memerlukan dukungan. Dukungan dari keluarga, sahabat, pemuka agama, dapat membantu Anda dan anak untuk menyesuaikan diri dengan perpisahan dan perceraian. Hal lain yang juga dapat menolong adalah memberi kesempatan kepada anak-anak untuk bertemu dengan orang lain yang telah berhasil melewati masa-masa perceraian dengan baik.
·         Bilamana mungkin, dukung anak-anak agar memiliki pandangan yang positif terhadap kedua orang tuanya. Walaupun pada situasi yang baik, perpisahan dan perceraian dapat sangat menyakitkan dan mengecewakan bagi kebanyakan anak-anak. Dan tentu saja secara emosional juga sulit bagi para orang tua.

  1. Persiapan Orang Tua dalam Kaitannya dengan Kondisi Psikologis Anak Sebelum Memutuskan untuk Bercerai.
Berhasil atau tidaknya seorang anak dalam beradaptasi terhadap perubahan hidupnya ditentukan oleh daya tahan dalam dirinya sendiri, pandangannya terhadap perceraian, cara orangtua menghadapi perceraian, pola asuh dari si orangtua tunggal dan terjalinnya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Bagi orangtua yang bercerai, mungkin sulit untuk melakukan intervensi pada daya tahan anak karena hal tersebut tergantung pada pribadi masing-masing anak, tetapi sebagai orangtua mereka dapat membantu anak untuk membuatnya memiliki pandangan yang tidak buruk tentang perceraian yang terjadi dan tetap punya hubungan baik dengan kedua orangtuanya. Di bawah ini adalah beberapa saran yang sebaiknya dilakukan orangtua agar anak sukses beradaptasi, jika perpisahan atau perceraian terpaksa dilakukan:
·         Begitu perceraian sudah menjadi rencana orangtua, segeralah memberi tahu anak bahwa akan terjadi perubahan dalam hidupnya, bahwa nanti anak tidak lagi tinggal bersama Mama dan Papa, tapi hanya dengan salah satunya.

Cara Terbaik untuk Beritahu anak-anak Anda tentang Perceraian
Perceraian adalah situasi yang menguras emosi . Mimpi terburuk datang benar ketika Anda harus memberitahu anak-anak Anda tentang pemisahan hukum . Cara terbaik untuk memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian adalah jujur ​​dengan mereka, karena yakinlah , mereka sudah sadar tentang mendasari ketegangan antara orang tua mereka
..
Anda mungkin telah memutuskan untuk memanggil pernikahan Anda berhenti , tetapi anak Anda siap untuk itu ? Apakah Anda siap untuk memberitahu anak Anda tentang pemisahan hukum ? Tentu saja tidak ! Pikiran mengatakan kepada anak Anda tentang perceraian pasti mengerikan satu. Hal ini dapat membuat Anda cemas dan lidah kelu , tapi mengatakan kepada anak Anda berita sesegera mungkin juga penting . Bagian terburuk tentang berita ini , menginformasikan anak-anak Anda tentang rumah masa depan mereka dan orang tua tunggal yang akan merawat mereka . Jadi , ketika segala sesuatu di sekitar Anda begitu stres , apa cara terbaik untuk memberitahu anak-anak Anda tentang perceraian ? Anak-anak sering menyalahkan diri sendiri karena orang tua berpisah . Dibutuhkan mereka waktu untuk datang untuk berdamai dengan kenyataan hidup dengan hanya satu orangtua . Namun, jika proses perceraian disampaikan kepada anak-anak oleh Anda dan pasangan Anda , sebelum perceraian itu akan membantu dalam menyelamatkan ikatan Anda dengan anak-anak Anda .

·         Sebelum berpisah ajaklah anak untuk melihat tempat tinggal yang baru (jika harus pindah rumah). Kalau anak akan tinggal bersama kakek dan nenek, maka kunjungan ke kakek dan nenek mulai dipersering. Kalau ayah/ibu keluar dari rumah dan tinggal sendiri, anak juga bisa mulai diajak untuk melihat calon rumah baru ayah/ibunya.
·         Di luar perubahan yang terjadi karena perceraian, usahakan agar sisi-sisi lain dan kegiatan rutin sehari-hari si anak tidak berubah. Misalnya: tetap mengantar anak ke sekolah atau mengajak pergi jalan-jalan.
·         Jelaskan kepada anak tentang perceraian tersebut. Jangan menganggap anak sebagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jelaskan dengan menggunakan bahasa sederhana. Penjelasan ini mungkin perlu diulang ketika anak bertambah besar.
·         Jelaskan kepada anak bahwa perceraian yang terjadi bukan salah si anak.
·         Anak perlu selalu diyakinkan bahwa sekalipun orangtua bercerai tapi mereka tetap mencintai anak. Ini sangat penting dilakukan terutama dari orangtua yang pergi, dengan cara: berkunjung, menelpon, mengirim surat atau kartu. Buatlah si anak tahu bahwa dirinya selalu diingat dan ada di hati orangtuanya.
·         Orangtua yang pergi, meyakinkan anak kalau ia menyetujui anak tinggal dengan orangtua, dan menyemangati anak agar menyukai tinggal bersama orangtuanya itu.
·         Orangtua yang tinggal bersama anak, memperbolehkan anak bertemu dengan orangtua yang pergi, meyakinkan anak bahwa dia menyetujui pertemuan tersebut dan menyemangati anak untuk menyukai pertemuan tersebut.
·         Kedua orangtua, merancang rencana pertemuan yang rutin, pasti, terprediksi dan konsisten antara anak dan orangtua yang pergi. Kalau anak sudah mulai beradaptasi dengan perceraian, jadwal pertemuan bisa dibuat dengan fleksibel. Penting buat anak untuk tetap bisa bertemu dengan kedua orangtuanya. Tetap bertemu dengan kedua orangtua membuat anak percaya bahwa ia dikasihi dan inginkan. Kebanyakan anak yang membawa hingga dewasa perasaan-perasaan ditolak dan tidak berharga adalah akibat kehilangan kontak dengan orangtua yang pergi.
·         Tidak saling mengkritik atau menjelekkan salah satu pihak orangtua di depan anak.
·         Tidak menempatkan anak di tengah-tengah konflik.
·         Tidak menjadikan anak sebagai senjata untuk menekan pihak lain demi membela dan mempertahankan diri sendiri. Misalnya mengancam pihak yang pergi untuk tidak boleh lagi bertemu dengan anak kalau tidak memberikan tunjangan; atau tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan anak supaya pihak yang pergi merasa sakit hati, sebagai usaha membalas dendam.
·         Tetap mengasuh anak bersama-sama dengan mengenyampingkan perselisihan. Memperkenankan anak untuk mengekspresikan emosinya. Beresponlah terhadap emosi anak dengan kasih sayang, bukan dengan kemarahan atau celaan. Karena itu dalam mempersiapkan perceraian, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan terutama tentang psikologi anak. Satu diantaranya adalah menjelaskan alasan dari perceraian itu sendiri. Intinya, anak ingin sesuatu yang pasti. Kalau perceraian memang tidak bisa dihindari, orang tua harus menjelaskan kepada anak. Kumpulkan antara anak, ayah, dan ibu.
·         Orang tua di sini harus menjelaskan keputusan mereka, Kalau orang tua menghadapi anak balita, jelaskan dengan bahasa yang harus bisa dimengerti oleh mereka. Jelaskan juga bahwasanya meski bercerai, kasih sayang kedua orang tua tidak akan putus. Kedua belah pihak juga menjelaskan tentang materi yang akan tetap diberikan kepada anak.
·         Jangan juga memberi harapan palsu kepada anak. Harapan palsu di sini maksudnya adalah berjanji bahwasanya kedua orang tua mungkin suatu saat akan kembali hidup bersama. Jika janji ini sampai diucapkan, anak akan terus mengingatnya. Masalah perceraian yang sedang dihadapi oleh orang tua tentunya juga akan membuat anak terus memikirkan kondisi yang sedang menimpa kedua orang tuanya. Jangankan anak yang masih usia kecil, mereka yang sudah usia besar pun ada juga yang akan mencetuskan pemikiran bahwasanya perceraian itu adalah karena kesalahan mereka. Orang tua harus menerangkan kepada anak bahwasanya ini bukan kesalahan mereka. Ini untuk menghindari perasaan terpukul dari anak.
·         Agar anak tidak terus menerus merasa bersalah, tetap berikan perhatian yang tidak berubah dari kedua belah pihak orang tua. Intinya biar bagaimanapun, dalam kasus perceraian, orang tua harus ingat bagaimana perasaan dan kepentingan anak. Jadi sebelum kata cerai, pikirkan dahulu apa yang lebih baik dan buruk apa yang akan terjadi.
·         Orang tua juga harus tetap menguasai emosi, perasaan, maupun pikiran. Meski telah berpisah bukan berarti anak hanya boleh memilih satu orang tua dan mencurahkan serta menerima kasih sayang dari satu orang tua juga. Bagaimanapun anak butuh ayah dan ibu. Jangan putuskan hubungan anak dengan orang tua yang satunya.
·         Di sini, butuh pula kepekaan orang tua untuk mengerti apa yang dibutuhkan anak akan perasaannya. Orang tua yang memiliki hak asuh anak boleh memberitahukan tentang pasangannya namun bukan berarti menjelek-jelekkannya. Kalau kita memburuk-burukkan mantan pasangan kita, anak jadi ada dalam posisi dituntut untuk memilih.
Biarkan mereka melihat dan tahu sendiri sehingga bisa mengambil keputusan sendiri.
Begitu besar dampak negatif bagi anak akibat perceraian, sehingga Rasulullah saw. bersabda: “Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian” [H.R. Abu Daud dan Hakim].












BAB III
PENUTUP


a.        Simpulan
Keluarga sangatlah penting bagi perkembangan anak pada masa-masa yang mendatang, baik secara psikologis maupun secara fisik. Selain itu keluarga juga sebagai tempat untuk berlindung, dan memperoleh kasih sayang. Namun, bagaimana jika peran keluarga sebagai pelindung, dan tempat memperoleh kasih sayang itu tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya? Tanpa keluarga anak akan merasa sendiri, dan tidak ada tempat untuk berlindung. Kemana mereka harus pergi jika tempat perlindungan saja mereka tidak punya? Apa mereka harus mencari perlindungan dijalan? Tidak! Anak adalah generasi penerus yang seharusnya di jaga dengan baik, oleh karena itu orang tua harus menjaga anak-anak mereka sebagaimana mestinya peran orangtua. Dan perceraian bukanlah jalan untuk menyelesaikan masalah. Perceraian adalah penerus masalah selanjutnya. Orangtua harus memilih antara ego mereka masing-masing atau masa depan anak mereka.
Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian diantaranya adalah kurangnya berkomunikasi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perzinahan, masalah ekonomi, krisis moral dan akhlak.
Sedangkan dampak perceraian bagi anak ada yang positif dan ada yang negatif. Dampak positifnya, anak tersebut bisa menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran di masa depannya, anak korban perceraian memiliki orientasi yang baik bagi masa depannya, selain itu pengalaman traumatik dapat menjadikan anak menjadi tangguh, berkepribadian matang ataupun sebaliknya, anak korban perceraian mendapatkan pengalaman yang memberdayakan. Sedangkan dampak negatifnya adalah sedih, marah, kehilangan, merasa tidak aman, timbul rasa malu, merasa bersalah dan menyalahkan diri. Adapun upaya mengatasi masalah pada anak korban perceraian :
a.        Komunikasikan bahwa perceraian adalah berat bagi setiap anggota keluarga termasuk orang tua. Perceraian terjadi di banyak keluarga sehinnga beri motivasi anak agar tidak malu menghadapi pergaulan di lingkungan sosialnya.
b.      Orang tua bercerai sama sekali bukan karena alasan anak. Karena anak merasa sangat terpukul sekali apabila merasa karena merekalah orang tua bercerai. Katakan kepada mereka fakta tentang penyebab perceraian dengan kata-kata yang tidak vulgar dan menjelekan salah satu orang tua
c.       Yakinkan bahwa mereka masih memiliki orang tua yang masih menyayangi. Walaupun diantara mereka tidak lagi tinggal serumah dengannya.
d.      Katakan maaf kepada mereka apabila anda mudah marah, sangat kritis dan cepat naik darah. Katakan bahwa anda juga mencoba mengatasi peristiwa perceraian dengan mengontrol diri lebih baik.
e.       Berusaha mengenali teman-teman dekat tempat mereka  biasa mengadu dan bercerita. Karena umumnya remaja lebih percaya perkataan temannya ketimbang orangtua yang dianggap bermasalah.


b.        Saran
Solusi dari kasus perceraian yang berpengaruh besar terhadap psikologi anak, seharusnya pihak orang tua dapat mempertimbangkan kembali untuk mengambil keputusan untuk melakukan perceraian, mereka harus memilih antara mengikuti ego mereka untuk bercerai atau menjaga psikologi anak yang akan ditimbulkan akibat perceraian tersebut, apabila perceraian memang jalan yang seharusnya diambil, maka diperlukan peran orang tua yang harus bisa menyikapi atau mengambil alih serta mengawasi anak, agar terhindar dari segala kegiatan yang bisa merusak masa depan anak, dan perbanyaklah kegiatan yang positif agar dapat mengembangkan potensi anak dan berikan pengarahan ketika anak dewasa, jangan sampai perceraian itu terjadi di kehidupannya kelak, dan berikan pengalaman.




DAFTAR PUSTAKA


22.43, 24 Mei 2013

Minggu, 27 Januari 2013

Selasa, 08 Januari 2013


Tuesday, 27 March 2012 14:40


14 Februari 2013

12 komentar:

  1. Postingan anda sangat bermanfaat.. semoga berkah

    BalasHapus

  2. Water flows from a high place to a lower place. If the water that fell from a height
    bandar togel sgp yang paling aman

    BalasHapus
  3. terimakasih, sangat bermanfaat

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. ijin ambil bagaian ya kakak :)

    BalasHapus
  6. makasih kak sangat bermanfaat, izin ambil sebagian untuk tugas ya

    BalasHapus
  7. Izin mengambil sebagian untuk tigas

    BalasHapus
  8. Saya tidak dapat cukup berterima kasih kepada Dr EKPEN TEMPLE kerana telah membantu saya mengembalikan kegembiraan dan ketenangan dalam perkahwinan saya setelah banyak masalah yang hampir menyebabkan perceraian, alhamdulillah saya bermaksud Dr EKPEN TEMPLE pada waktu yang tepat. Hari ini saya dapat mengatakan kepada anda bahawa Dr EKPEN TEMPLE adalah jalan keluar untuk masalah itu dalam perkahwinan dan hubungan anda. Hubungi dia di (ekpentemple@gmail.com)

    BalasHapus